TRIBUNNEWS.COM - Ventilator menjadi alat bantu pernapasan yang di tengah pandemi Covid-19 ini sangat dibutuhkan pasien dengan sakit parah akibat infeksi virus corona.
Para peneliti di Universitas Indonesia (UI), baru-baru ini mengembangkan ventilator untuk membantu memenuhi ketersediaan alat ini di rumah sakit rujukan Covid-19.
Berdasarkan siaran pers kepada Kompas.com, Selasa (16/6/2020), Tim Ventilator UI telah berhasil mengembangkan Ventilator Transport Lokal yang dilabeli dengan nama Covent-20.
Covent-20 telah dinyatakan lulus uji klinis manusia untuk mode ventilasi Continuous Mandatory Ventilation (CMV) dan Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) dari Kementerian Kesehatan, pada Senin (15/6/2020).
"Covent-20 merupakan wujud nyata komitmen UI dalam mendukung penanggulangan Covid-19 di Indonesia," ujar Rektor UI Prof. Ari Kuncoro, SE, MA, PhD.
Prof Ari mengatakan pengembangan Covent-20 ini tidak hanya membantu perkembangan sains dann teknologi, tetapi juga riset serta inovasi yang mendorong kemandirian bangsa.
Uji klinis Covent-20 pada pasien Covid-19
Dekan FTUI Dr. Ir. Hendri D.S. Budiono, M.Eng mengatajan uji klinis pada manusia yang dilakukan dibagi menjadi dua tahap.
Uji klinis pertama adalah untuk mode ventilasi CPAP pada pasien dewasa yang dirawat di IGD RSUPN Cipto Mangunkusumo dan RSUI dalam periode Mei 2020.
Sedangkan uji klinis untuk mode ventilasi CMV dilakukan di Pusat Simulasi Respirasi, Rumah Sakit Pusat Persahabatan pada 3 Juni 2020, sesuai dengan protokol uji dari Kementerian Kesehatan RI.
"Hasil uji klinis ini membuktikan kedua fungsi Covent-20 berjalan dengan sangat baik dan direkomendasikan untuk digunakan pada penanganan pasien," jelas Hendri.
Dr. dr. Andi Ade Wijaya Ramlan, Sp.An-KAP, bagian dari tim dokter Covent-20 yang turut mengawal proses uji klinis mengatakan alat ini mampu memberikan ventilasi tekanan positif dengan mode CMV.
Sedangkan mode CPAP dapat membantu pemberian oksigen kepada pasien yang masih sadar dan bernafas spontan.
"Pasien yang dipilih untuk uji klinis Covent-20 adalah pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dengan jumlah sampel sesuai persyaratan minimal subjek pasien dan protokol dari Tim Uji Klinis Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan," jelas dia.