TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah kembali memberlakukan kenaikan iuran BPJS Kesehatan bagi peserta mandiri atau Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) mulai Rabu (1/7/2020) kemarin.
Akibat kenaikan iuran itu, sebanyak 2,31 juta peserta mandiri atau PBPU memilih turun kelas.
Kepala Humas BPJS Kesehatan, M Iqbal Anas Ma'ruf memaparkan, sepanjang Mei 2020 sebanyak 49.350 peserta kelas mandiri atau PBPU memilih turun kelas.
Jumlah itu setara dengan 0,16 persen dari total peserta PBPU yang sebanyak 30,68 juta peserta.
Baca: Masuki Semester II Tahun 2020, BPJS Kesehatan Tuntas Bayar Seluruh Klaim RS
Baca: Iuran BPJS Kelas I dan II Naik, Politikus NasDem Ingatkan Reformasi Pengelolaan BPJS Kesehatan
Dari 49.350 itu, jumlah peserta kelas mandiri yang turun dari kelas I ke kelas II sebanyak 9.331 peserta, kelas I ke kelas III sebanyak 11.737 peserta, dan kelas II ke kelas III sebanyak 28.282.
Secara total, jumlah penurunan kelas sepanjang Mei 2020 sudah lebih rendah dari bulan-bulan sebelumnya.
Penurunan kelas terjadi lantaran iuran BPJS Kesehatan naik mulai awal tahun.
Namun, pada April, kenaikan iuran dibatalkan oleh MA. Iqbal mengatakan, puncak penurunan kelas terjadi pada Desember 2019.
Saat itu, pemerintah mengeluarkan aturan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
"(Puncak terjadi Desember 2020) betul, itu kan dari Perpres 75 Tahun 2019 yang ditetapkan 24 Oktober 2019," ungkap Iqbal, Rabu (1/7/2020).
Pada Desember 2019, jumlah peserta kelas mandiri yang turun kelas mencapai 1,03 juta.
Rinciannya, peserta yang turun dari kelas I ke kelas II sebanyak 142.164 orang, kelas I ke kelas II sebanyak 239.741 peserta, dan kelas II ke kelas III sebanyak 653.025 peserta.
Secara keseluruhan, jumlah peserta kelas mandiri yang turun kelas sejak Desember 2019 hingga Mei 2020 sebanyak 2,31 juta peserta.
Namun, Iqbal menyebut sejumlah peserta kelas mandiri juga mengajukan untuk naik kelas selama Desember 2019 sampai Mei 2020.
"Memang ada pergeseran kelas. Ada yang naik kelas dan ada yang turun. Tentu kembali ke peserta untuk menyesuaikan dengan kemampuan membayar iurannya," ucap Iqbal.
Iqbal mengatakan, jumlah peserta kelas mandiri yang naik kelas sepanjang Mei 2020 sebanyak 12.608 orang.
Realisasi itu setara dengan 0,04 persen dari total peserta kelas mandiri yang sebanyak 30,68 juta orang.
Lebih detail, peserta kelas mandiri yang naik dari kelas II ke I sebanyak 7.068 orang, kelas III ke kelas I sebanyak 12.112 orang, dan kelas III ke kelas II sebanyak 22.758 orang.
Total peserta kelas mandiri yang naik kelas sejak Desember 2019 hingga Mei 2020 sebanyak 163.146 peserta.
Perubahan kelas ini seiring dengan aturan pemerintah terkait iuran BPJS Kesehatan.
Sempat dibatalkan MA, pemerintah kemudian kembali mengerek iuran BPJS Kesehatan yang berlaku mulai 1 Juli 2020. Aturan itu tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehata.
Dalam beleid itu, iuran peserta mandiri kelas I dan II mulai naik pada Juli 2020.
Untuk kelas I, iuran peserta naik dari Rp80 ribu menjadi Rp150 ribu per bulan.
Lalu, iuran peserta kelas II naik dari Rp51 ribu menjadi Rp100 ribu.
Adapun khusus peserta kelas III, pada tahun ini pemerintah akan memberi subsidi sebesar Rp16.500.
Selanjutnya, kenaikan iuran kelas III dimulai awal tahun depan dari Rp25 ribu menjadi Rp35 ribu per
bulan.
Iqbal mengatakan subsidi itu sebagai bentuk kepedulian pemerintah terhadap kondisi
finansial masyarakat dipengaruhi pandemi Covid-19.
Pemerintah ingin memastikan rakyat memiliki perlindungan sosial, termasuk jaminan kesehatan dengan status
kepesertaan yang aktif.
"Pada prinsipnya, pemerintah ingin pelayanan kesehatan kepada peserta JKN-KIS tidak terhambat, terutama memperhatikan kondisi sosial ekonomi saat ini di tengah pandemi Covid-19," kata Iqbal.
Untuk menyosialisasikan kenaikan iuran ini, pihak BPJS Kesehatan sejak kemarin sudah mengirimkan pesan SMS kepada para peserta. "Kita memberikan reminder kepada peserta soal penyesuain iuran ini lewat SMS," ucap Iqbal.
Isi pesan SMS yang disebarkan oleh BPJS Kesehatan itu memberitahukan tentang adanya kenaikan dan
besaran yang harus dibayarkan peserta sesuai dengan kelasnya.
"Peserta yang terhormat, ingat bayat iuran JKN! Mulai 1 Juli 2020 sesuai Perpres 64/2020 iuran kelas 3
Rp 25,5 ribu dengan bantuan Rp 16,5 ribu dari pemerintah, kelas 2 Rp 100 ribu dan
kelas 1 Rp 150 ribu," tulis Iqbal.
Direktur TI BPJS Kesehatan, Wahyuddin Bagenda, mengatakan, peserta dapat memilih
menurunkan kelas layanan jika keberatan dengan tarif iuran BPJS Kesehatan terbaru.
"Kalau ada peserta tidak mampu atau turun kelas, kami ada kebijakan soal turun kelas,
manfaatkan perubahan kelas dengan mudah," urainya saat menggelar webinar, Selasa
(30/6/2020).
Untuk peserta kelas I dan II yang merasa keberatan dengan skema iuran baru, pihak BPJS Kesehatan siap memfasilitasi penyesuaian kelas sesuai kemampuan.
Janji BPJS
Di sisi lain, BPJS Kesehatan ditegaskan terus melakukan perbaikan dan peningkatan
layanan.
Sejak awal tahun 2020, sejumlah poin telah direncanakan untuk meningkatkan sisi layanan melalui 10 komitmen perbaikan, mulai dari layanan di Kantor BPJS Kesehatan hingga di fasilitas kesehatan.
Iqbal menambahkan, beberapa poin komitmen perbaikan juga memanfaatkan teknologi informasi yang terintegrasi, sehingga peserta mudah mengakses layanan JKN-KIS.
Contoh perbaikan pelayanan dengan penyediaan layanan antrean elektronik di fasilitas kesehatan yang terintegrasi dengan Mobile JKN, serta penyediaan display informasi ketersediaan tempat tidur untuk perawatan di rumah sakit.
Komitmen perbaikan juga dilakukan lewat integrasi sistem informasi yang ada di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) dengan sistem Informasi BPJS Kesehatan melalui Mobile JKN.
Integrasi tersebut membuat peserta dapat mendaftar untuk layanan, rujukan dan riwayat
pelayanan.
Iqbal menyebut, BPJS Kesehatan mendorong rumah sakit untuk menyediakan display jadwal atau antrean tindakan media operatif.
Selanjutnya, untuk memudahkan pemberian informasi, penanganan keluhan, hal-hal administratif serta bantuan terkait informasi penjaminan JKN-KIS di rumah sakit.
Petugas BPJS SATU! atau BPJS Kesehatan Siap Membantu dihadirkan.
Peserta disebut dengan mudah menemuipetugas BPJS SATU! yang memakai atribut khusus rompi kuning dan di beberapa rumah sakit besar, telah menggunakan alat transportasi personal untuk mempermudah
mobilitas petugas BPJS SATU!.
Tak hanya itu, ada pula program Praktis yang memfasilitasi peserta untuk pindah kelas
perawatan. BPJS Kesehatan juga telah membuat proses administrasi pada loket peserta
lebih sederhana.
Lebih lanjut, Iqbal mengingatkan tentang layanan digital CHIKA dan VIKA yang diluncurkan belum lama ini. "CHIKA adalah pelayanan informasi dan pengaduan melalui chat yang direspons oleh artificial intelligence. CHIKA memberi informasi seperti cek status peserta, cek tagihan BPJS Kesehatan, lokasi fasilitas kesehatan, lokasi kantor
cabang, mengubah data peserta, dan registrasi peserta.
Fitur ini dapat diakses lewat Facebook Messenger, Telegram, serta WhatsApp di nomor08118750400," kata Iqbal.
VIKA merupakan layanan informasi menggunakan mesin penjawab yang berfungsi untuk mengecek status tagihan dan
status kepesertaan melalui Care Center 1500 400.
Iqbal menegaskan, BPJS Kesehatan memastikan kemudahan pasien gagal ginjal kronis mendapatkan layanan cuci darah melalui simplifikasi prosedur. Simplifikasi ini berhak didapat pasien gagal ginjal kronis yang rutin mendapatkan layanan cuci darah (hemodalisis) di rumah sakit dan sudah terdaftar dengan menggunakan sidik jari.
"Simplifikasi layanan pasien hemodialisa dengan finger print dan MCS saat ini menyesuaikan dengan situasi pandemi Covid-19. Program ini sejatinya sudah kami implementasikan sebelum terjadi pandemi," katanya.
Terakhir, BPJS Kesehatan meningkatkan akses pelayanan administrasi kepesertaan melalui Mobile Customer Service (MCS) yang terjadwal dan mampu menjangkau masyarakat hingga wilayah pelosok. Layanan yang diberikan mencakup sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, perubahan data kepesertaan seperti pindah fasilitas
kesehatan, perubahan kelas perawatan, penambahan anggota keluarga, dan pemberian
informasi dan pengaduan.(tribun network/fia/dod)