Laporan Wartawan Tribunnews.com, Apfia Tioconny Billy
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Beberapa hari ini sosial media tengah dihebohkan dengan fenomena 'fetish kain jarik' yang dilakukan seorang mahasiswa di Surabaya.
Para korban dari mahasiswa bernama Gilang itu di sosial media menceritakan perlakuan aneh Gilang yang meminga korban-korbannya supaya mau dibungkus dengan kain jarik.
Untuk mencari korban, Gilang mengatakan kalau ia sedang melakukan riset tentang membungkus badan tersebut untuk keperluan kuliahnya.
Baca: Terungkap Modus Lain Gilang Fetish Kain Jarik, Korban: Pas Melek Sudah Ditutup Selimut
Lalu apa sebenarnya istilah fetish yang jadi nge-tren setelah munculnya kasus Gilang?
dr. Alvina, Sp.KJ, Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa di Primaya Hospital Bekasi Barat menjelaskan seseorang yang fethisme adalah perilaku seksual yang menggunakan objek tidak hidup sebagai metode untuk membuat seseorang terangsang secara seksual.
“Seseorang dengan Fetishism akan berfantasi seksual misalnya masturbasi dengan menggunakan benda yang tidak hidup sebagai objek untuk menimbulkan rangsangan seksual,” ujar dr. Alvina, melalui keterangan tertulisnya, Jumat (31/7/2020).
Baca: Mahasiswanya Lakukan Fetish Kain Jarik, Ini Sanksi yang Akan Dilakukan Unair
Untuk didiagnosis mengalami fethisme seseorang harus memiliki fantasi atau perilaku seksual yang yang intens atau berulang hingga lebih dari enam bulan dan melibatkan objek tidak hidup atau bagian dari tubuh manusia non-genital.
Fethis ini bisa menimulkan stres yang membuat pelakunya mengalami gangguan fungsi sosial, pekerjaan, dan personalnya.
“Dampak buruk bagi seseorang dengan fetishism, orang tersebut jadi menarik diri dari lingkungan sosialnya karena gangguan fungsi sosial atau tidak bisa bekerja karena gangguan Fetihistik-nya,” ujar dr. Alvina, Sp.KJ.
Baca: Sadar Dilecehkan Pelaku Fetish Kain Jarik, Kenapa Korban Tak Lapor Polisi?
Dr. Alvina mengungkapkan fetishis bisa disertai dengan gangguan mental lainnya misalnya orang tersebut juga memiliki gangguan mood seperti gangguan depresi, gangguan cemas, atau gangguan psikotik.
“Jika ditanya apakah seorang dengan Fetishism sendiri mengancam keselamatan atau kejiwaan orang lain, maka kita harus kembali lagi bahwa gangguan Fetihistik sendiri melibatkan objek yang tidak hidup dan biasanya ada rasa inadekuat maka konfrontasi secara langsung jarang dilakukan,” pungkas dr. Alvina.