Laporan wartawan Wartakotalive.com, Lilis Setyaningsih
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Media sosial seringkali jadi rujukan informasi, meski terkadang keliru. Termasuk informasi soal nutrisi dan kesehatan.
Hal tersebut terungkap dalam Herbalife Nutrition Asia Pacific Nutrition Myths Survey 2020.
Survei tersebut mengungkapkan bahwa media sosial merupakan kanal informasi yang paling sering digunakan untuk mencari informasi seputar nutrisi di kalangan konsumen Asia Pasifik.
Sebanyak tujuh dari 10 (68%) konsumen di Asia Pasifik menggunakan media sosial setiap bulan untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan nutrisi dan kesehatan.
Namun, prevalensi kesalahan informasi dan mitos terkait nutrisi menjadi penghalang utama yang mencegah konsumen memperoleh pengetahuan nutrisi yang akurat.
Senior Director & Country General Manager Herbalife Nutrition Indonesia, Andam Dewi mengatakan bahwa survei dengan tajuk “Herbalife Nutrition Asia Pacific Nutrition Myths Survey 2020” ini melibatkan 5.500 responden yang berasal dari Australia, Hong Kong, Indonesia, Jepang, Korea, Malaysia, Filipina, Singapura, Taiwan, Thailand dan Vietnam.
Survei ini mengungkapkan bahwa 7 dari 10 konsumen di Asia Pasifik sangat sadar akan pentingnya pengetahuan tentang nutrisi.
"Hal ini cukup menggembirakan karena ini berarti semakin banyak masyarakat Asia Pasifik yang aware atau sadar akan pentingnya nutrisi bagi kesehatan tubuh," jelas Andam Dewi saat Nutrition Talk terkait hasil survei 'Herbalife Nutrition Asia Pasific'.
Namun, hanya 4 dari 10 konsumen di Asia Pasifik yang merasa yakin dengan kebenaran informasi nutrisi yang mereka dapatkan dari berbagai kanal informasi.
Hasil survei juga menyatakan bahwa, kurang dari seperempat (23%) responden menjawab setengah atau lebih pertanyaan dengan benar. Selain itu, hanya empat dari 10 (38%) konsumen yang menyatakan keyakinan kuat terhadap pengetahuan seputar nutrisi yang mereka miliki.
Hal ini menunjukkan masih rendahnya tingkat pemahaman akan nutrisi secara keseluruhan di antara konsumen di Asia Pasifik.
Berdasar kanal informasi yang digunakan oleh konsumen di Asia Pasifik, survei ini mengungkapkan bahwa media sosial menjadi rujukan utama dalam memperoleh informasi terkait nutrisi, sebanyak 68% mengatakan bahwa mereka menggunakan media sosial; 64% memilih teman dan keluarga sebagai rujukan informasi; dan 59% memilih publikasi media dan situs web setidaknya sebulan sekali.
Pakar Nutrisi dan Dosen Departemen Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr. Rimbawan mengatakan, dengan banyaknya sumber informasi gizi dan maraknya mitos seputar nutrisi, akan mempersulit konsumen untuk mendapatkan informasi yang akurat serta membedakan fakta atau mitos seputar hutrisi.
Hal ini menunjukkan akan pentingnya mendapatkan pengetahuan yang akurat dari sumber yang dapat dipercaya.
" Adalah tugas kita bersama untuk dapat mengungkap kebenaran informasi nutrisi, dan membantu konsumen di Asia Pasifik mendapat pengetahuan nutrisi yang mereka butuhkan untuk mencapai hasil kesehatan yang diinginkan,” ujar Dr. Rimbawan.
Berikut 8 Mitos yang paling sering beredar di Asia Pasifik:
Mitos 1: Karbohidrat dapat menambah berat badan
Fakta: Mengonsumsi Karbohidrat saja tidak menyebabkan penambahan berat badan, tapi juga menambah kalori. Sumber karbohidrat yang sehat seperti sayuran, buah buahan, kacang kacangan dan biji bijian juga memberikan nutrisi penting seperti kalsium, zat besi dan vitamin B.
Mitos 2: Semakin berumur, semakin sedikit protein yang dibutuhkan
Fakta: Memasuki usia 40 tahun, kemungkinan akan mengalami penurunan fungsi dan massa otot secara bertahap atau dikenal dengan sarcopenia.
Proses ini bisa dimitigasi dengan meningkatkan asupan protein dan melakukan latihan ketahanan yang disesuaikan dengan usia.
Mitos 3: Kafein menyebabkan dehidrasi
Fakta: Meskipun kafein memiliki sifat diuretik (menyebabkan naiknya laju urinasi), mengonsumsi dua hingga tiga cangkir kopi tidak akan membuat anda dehidrasi,. Sebuah studi oleh Institute for Scientific Information tentang kopi menyatakan bahwa kopi juga bersifat menghidrasi dengan kandungan airnya.
Mitos 4: Massa tulang di semua usia dapat dioptimalisasi dengan asupan kalsium yang cukup
Fakta: Level puncak massa tulang (ukuran dan kekuatan tulang maksimal) bergantung pada asupan kalsium dan akan mencapai puncaknya pada usia 30 tahun. Namun, asupan kalsium yang cukup sepanjang hidup dapat mengurangi risiko osteoporosis. Suplementasi kalsium dapat melindungi dari keropos tulang di usia tua, terutama untuk wanita pasca menopause yang memiliki kebutuhan kalsium lebih tinggi.
Mitos 5: Diet ketogenik adalah jalan sehat untuk mengurangi berat badan
Fakta: Konsumsi karbohidrat yang sangat rendah, sedang dalam asupan protein dan tinggi lemak mendorong tubuh mengunakan lemak sebagai bahan bakar akan mengakibatkan penurunan berat badan. Bagaimanapun, karbohidrat sehat baik untuk tubuh, karena akan menyuplai energi, vitamin dan mineral. Untuk menurunkan berat badan secara berkelanjutan, mengadopsi diet seimbang yang dipadu dengan olahraga teratur adalah cara yang paling baik.
Mitos 6: Pola makan yang sangat rendah lemak adalah cara terbaik untuk menurunkan berat badan
Fakta: Berbagai studi menunjukkan pola makan/diet dengan rendah lemak akan menurunkan berat badan dalam jumlah yang sangat kecil pada tahun pertama. Hal tersebut menjadikan pola ini tidak efektif. Tubuh kita membutuhkan lemak karena dapat membantu membangun membran sel dan membantu penyerapan vitamin yang larut dalam lemak.
Mitos 7: Indeks Glikemik adalah pengukuran yang baik untuk memilih karbohidrat yang paling sehat
Fakta: Indeks Glikemik adalah pengukuran yang digunakan untuk mengukur tingkat karbohidrat dalam makanan yang dapat berdampak pada tingkat gula darah dalam tubuh, tetapi tidak untuk memilih pola makan yang sehat dan tepat. Pemilihan karbohidrat dalam makanan dilakukan dengan berbagai pertimbangan lain.
Mitos 8: Bubuk protein bukanlah sumber makanan yang sehat dibandingkan dengan protein dari makanan alami.
Fakta: Bubuk protein dapat menjadi sumber protein yang sama baiknya dengan makanan dari bahan alami jika berasal dari sumber yang berkualitas dan diproses dengan berdasarkan sains. Misalnya protein yang berasal dari kedelai dengan mengandung protein lengkap serta 9 jenis lengkap asam amino esensial untuk kebutuhan nutrisi tubuh. (Lis)