TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penelitian terbaru tentang pola konsumsi dan persepsi susu kental manis di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, NTT dan Maluku menemukan data 28,96% dari total responden mengatakan kental manis adalah susu pertumbuhan.
Sebanyak 16,97% ibu yang menjadi responden mengaku memberikan kental manis untuk anak setiap hari.
Penelitian dilakukan Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) bersama PP Aisyiyah dan PP Muslimat NU dengan responden adalah 2.068 ibu yang memiliki anak usia 0 – 59 bulan atau 5 tahun.
Hasil survei menemukan sumber kesalahan persepsi, sebanyak 48% ibu mengakui mengetahui kental manis sebagai minuman untuk anak adalah dari media, baik TV, majalah/ koran dan sosial media.
Sebanyak 16,5% responden mengatakan informasi tersebut didapat dari tenaga kesehatan.
Temuan menarik lainnya adalah, kategori usia yang paling banyak mengkonsumsi kental manis adalah usia 3 – 4 tahun sebanyak 26,1%, lalu anak usia 2 – 3 tahun sebanyak 23,9%.
Sementara konsumsi kental manis oleh anak usia 1 – 2 tahun sebanyak 9,5%, usia 4-5 tahun sebanyak 15,8% dan 6,9% anak usia 5 tahun mengkonsumsi kental manis sebagai minuman sehari-hari.
Baca juga: Perlunya Kerjasama Lintas Sektoral Terkait Sosialisasi Kental Manis Bukanlah Susu
Dihat dari kecukupan gizi, 13,4% anak yang mengkonsumsi kental manis mengalami gizi buruk, 26,7% berada pada kategori gizi kurang dan 35,2% adalah anak dengan gizi lebih.
Ketua Harian YAICI Arif Hidayat mengatakan, masih tingginya persentase ibu yang belum mengetahui penggunaan kental manis, terlihat informasi dan sosialisasi tentang produk kental manis ini belum merata.
"Bahkan, di ibukota negara sekalipun,” kata Arif Hidayat yang disampaikan secara daring, Kamis (19/11/2020).
"Kami ingin melihat pola konsumsi dan persepsi di provinsi-provinsi dengan memiliki kota besar dan berpenduduk padat,” kata Arif yang menyebut penelitian ini kelanjutan dari penelitian tahun lalu.
Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah, Chairunnisa mengatakan media sangat memiliki peran penting di dalam memberikan persepsi kepada masyarakat.
“Betul, bahwa memang media ini memiliki peran penting di dalam memberikan persepsi kepada masyarakat tentang SKM adalah susu,” jelas Chairunnisa.
Chairunnisa sendiri menjelaskan bahwa kader dari Aisyiyah sendiri masih perlu diberikan literasi mengenai SKM adalah bukan susu.
Baca juga: BPOM Didorong Tingkatkan Pengawasan Aturan Label dan Promosi Kental Manis oleh Produsen
“Aisyiyah berkewajiban untuk memberikan sosialisasi dan melakukan edukasi kepada kader, menyampaikan bahwa SKM jangan dipahamkan sebagai susu karena itu adalah sebagai topping atau penambah rasa,” katanya.