TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Willis Towers Watson, sebuah perusahaan global yang bergerak di bidang konsultansi, pialang asuransi dan solusi merilis temuan baru seputar pengeluaran yang harus dibayar masyarakat di Indonesia untuk membayar biaya kesehatan.
Berdasar hasil survei yang dibuat, biaya kesehatan di Indonesia diperkirakan akan meningkat hingga 12 persen.
Laporan Willis Towers Watson terbaru ini mengacu pada laporan mendalam tentang dampak ekonomi akibat Covid-19, serta penurunan biaya tunjangan perawatan kesehatan yang disponsori pemberi kerja dan penundaan perawatan kesehatan non-darurat sebagai penyebab utama kenaikan yang diprediksi.
Riset ini menyebutkan, biaya tunjangan perawatan kesehatan untuk perusahaan asuransi medis swasta di Asia Pasifik diperkirakan akan pulih menjadi 8,5% pada tahun 2021.
Baca juga: Efektivitas Vaksin Sinopharm 86 Persen
Dalam versi lengkapnya, '2021 Global Medical Trends Survey' mendapati temuan bahwa biaya tunjangan perawatan kesehatan untuk perusahaan asuransi medis swasta di Asia Pasifik akan turun signifikan di tahun 2020.
Baca juga: Pemerintah Siapkan 32 Juta Vaksin Gratis
Biaya tunjangan perawatan kesehatan diperkirakan akan pulih menjadi 8,5% pada tahun 2021, atau naik dari 6,2% tahun ini dan 7,5% di 2019.
Khusus di Indonesia, situasi pandemi mengakibatkan penurunan penggunaan layanan kesehatan swasta secara nasional, yang selanjutnya menurunkan tren biaya kesehatan, dari 10,2% pada 2019 menjadi 10% tahun ini.
Baca juga: Bio Farma Belum Bisa Pastikan Vaksin Sinovac Aman Disuntikkan Bagi Lansia di Atas 60 Tahun
Bersamaan dengan dipersiapkannya uji coba vaksin klinis, survei tersebut menyatakan akan ada kenaikan tren kesehatan hingga 12% pada 2021.
Menanggapi temuan tersebut, Dewita Anggraeni, Head of Health & Benefits, Indonesia di Willis Towers Watson menyatakan, pandemi Covid-19 tak terbantahkan lagi telahberdampak besar terhadap perlambatan tren biaya kesehatan yang semakin meningkat tahun ini, khususnya di Indonesia.
"Apalagi dengan situasi Covid-19, orang semakin menunda untuk menjalani operasi yang tidak mendesak dan berbagai prosedur elektif lainnya," ujarnya, Kamis (10/12/2020).
Dewita Anggraeni menjelaskan, penurunan tren kesehatan juga dipengaruhi oleh meningkatnya pemanfaatan BPJS Kesehatan.
"Terutama untuk penyakit kronis dan kritis, serta perawatan-perawatan lain yang biayanya sangat tinggi," bebernya.
Serupa dengan Indonesia, sebagian besar negara juga mengalami pertumbuhan biaya yang lebih rendah tahun ini.
Namun, situasi ini diperkirakan hanya akan berlangsung sebentar, dan pertumbuhan biaya ini diperkirakan akan pulih secara signifikan pada 2021.