News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pembatasan Sosial saat Pandemi Turut Batasi Akses Pasien TBC ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pasien penderita Tuberkulosis (TBC) mengalami sejumlah kendala dalam mengakses fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) di masa pandemi virus corona (Covid-19).

Mulai dari banyaknya rumah sakit yang kini dialihfungsikan sebagai fasilitas penanganan pasien Covid-19, hingga kebijakan Penerapaan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang membuat masyarakat harus membatasi kegiatan mereka.

Baca juga: Mayoritas Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tangani Pasien Covid, Penderita TBC Sulit Dapatkan Akses

Seperti yang disampaikan Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi.

"Tentunya dengan kebijakan (alihfungsi rumah sakit) ini, pasti akan ada keterbatasan dari pasien tuberkulosis dan keluarganya untuk mengakses layanan tersebut," ujar Siti Nadia, dalam webinar bertajuk 'Dilema Pelayanan Tuberkulosis Di Tengah Tanggap Darurat Bencana Di Indonesia', Senin (1/3/2021).

Baca juga: Kemenkes: Indonesia Sumbang Dua Pertiga Kasus TBC di Dunia

Selain fasyankes yang beralih fungsi sementara, kendala lainnya yang dialami para penderita TBC maupun keluarga mereka adalah sulitnya memperoleh transportasi saat kebijakan PPKM diterapkan.

Kemudian kebijakan untuk menjaga jarak sosial (social distancing) menjadi kendala selanjutnya.

Karena biasanya para pasien penderita TBC ini mendapatkan dukungan sosial dari lingkungan.

Namun saat pandemi seperti ini, bantuan ormas maupun kader TBC terkendala kebijakan untuk selalu menjaga jarak.

"Mungkin terkait permasalahan transportasi, kemudian dukungan sosial yang biasanya bisa diberikan oleh teman-teman Organisasi Masyarakat ataupun oleh kader-kader TBC ataupun mantan penderita TBC," jelas Siti Nadia.

Baca juga: Aldilla Ceritakan Cara Mencegah Penularan TBC pada Anak 

Oleh karena itu, bantuan maupun akses yang diberikan pada penderita TBC pun dinilai tidak optimal pada masa pandemi ini.

"Ini tentunya tidak berjalan optimal, dikarenakan adanya kebijakan untuk menjaga jarak dan juga adanya pembatasan sosial," kata Siti Nadia.

Di masa pandemi ini memang banyak fasyankes seperti rumah sakit yang beralih fungsi menjadi fasilitas perawatan bagi pasien virus corona (Covid-19) untuk sementara waktu.

"Faktor yang membuat mereka mengalami kendala dalam mengakses fasilitas kesehatan adalah fasilitas kesehatan ini masih fokus untuk melayani pasien Covid-19," papar Siti Nadia.

Ia mengakui bahwa sejumlah fasyankes saat ini memang tengah difokuskan pemerintah untuk menangani pasien yang terinfeksi virus tersebut.

Hal ini pun tentunya berdampak pada penderita TBC yang kini kesulitan mendapatkan akses ke fasyankes.

"Dan beberapa fasyankes tentunya sudah kita tahu dialihkan menjadi fasyankes yang full melayani dan memberikan pengobatan untuk Covid-19. Sehingga layanan untuk TBC, baik untuk pengobatan dan diagnosis sementara dialihkan," tegas Siti Nadia.

Perlu diketahui, Indonesia merupakan negara dengan penderita penyakit TBC tertinggi kedua di dunia setelah India.

Hal ini berdasar pada laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2020.

Diperkirakan ada 2.300 orang yang menderita TBC setiap harinya di dunia, situasi ini pun diperburuk dengan munculnya pandemi virus corona (Covid-19).

Siti Nadia mengatakan angka penderita TBC secara global mencapai 10 juta orang, berdasarkan data WHO pada 2020.

Sedangkan kematian yang disebabkan penyakit ini secara global mencapai 1,2 juta orang.

"Kalau kita melihat laporan WHO global report, maka sebenarnya di tahun 2020 itu di seluruh dunia masih terdapat 10 juta orang yang sakit karena TBC dan 1,2 juta orang yang meninggal," papar Siti Nadia.

Ia kemudian menyebut bahwa potensi besar ini ditambah dengan adanya pandemi Covid-19, sehingga negara seperti Indonesia diprediksi akan merasakan dampaknya.

Termasuk negara lainnya yang memiliki kondisi ekonomi dan sosial yang buruk.

"Dan mungkin sebagai dampak pandemi, kami yakin bukan hanya Indonesia saja yang akan terdampak dengan kondisi ini, tapi negara-negara lain terutama mungkin negara-negara dengan beban TBC. Khususnya negara yang) memiliki kondisi sosial ekonomi yang kurang baik," kata Siti Nadia.

Siti Nadia kemudian menyebut bahwa angka penderita TBC di Indonesia mencapai sekitar 845.000.

Sedangkan angka kematian yang disebabkan penyakit ini mencapai hampir 100.000 orang.

Hal ini yang menjadi tantangan besar bagi pemerintah, karena saat ini masalah TBC bersamaan dengan adanya pandemi.

"Kita tahu bahwa Indonesia ini adalah penyumbang dua pertiga kasus Tubercolosis di seluruh dunia, dengan estimasi angka kasus 845.000 dan jumlah kematian 98.000. Ini merupakan tantangan yang besar," pungkas Siti Nadia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini