Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, SINGAPURA - Efek samping paling umum yang dialami mereka yang telah menerima vaksinasi virus corona (Covid-19) adalah rasa sakit di sekitar titik suntikan.
Hal ini juga lebih sering terjadi diantara penerima vaksin yang berusia lebih muda, dengan 83 persen dari mereka yang berusia antara 18 hingga 55 tahun melaporkan keluhan lengan yang sakit setelah menerima suntikan pertama.
Jumlahnya bahkan lebih banyak dibandingkan dengan 71 persen dari mereka yang berusia di atas 55 tahun.
Ini tercatat dalam uji klinis vaksin Pfizer-BioNTech.
Demikian pula, 87 persen orang di bawah usia 65 tahun yang melaporkan rasa sakit di area titik suntikan setelah mendapatkan vaksinasi pertama uji klinis vaksin Moderna.
Baca juga: Di Amerika Warga Boleh Lepas Masker Jika Vaksinasi Covid-19 Lengkap, Kenapa di Indonesia Tidak?
Baca juga: Alami Nyeri Otot di Seluruh Tubuh Setelah Divaksin Covid-19, Normalkah?
Angkanya lebih tinggi jika dibandingkan kelompok usia di atas 65 tahun yang mencapai 74 persen.
Lalu mengapa efek samping yang dialami mereka berbeda pada tiap kelompok ?
Dikutip dari laman The Straits Times, Senin (17/5/2021), Profesor Ooi Eng Eong dari Duke-NUS Medical School mengatakan bahwa efek samping yang umum dilaporkan dari vaksin mRNA Covid-19, sebagian besar disebabkan oleh respons kekebalan tubuh.
Ini menimbulkan dampak seperti rasa nyeri di titik suntikan, kelelahan, sakit kepala hingga nyeri tubuh.
"Misalnya, rasa sakit di tempat suntikan tidak hanya disebabkan oleh penyisipan jarum suntik, namun juga oleh sel-sel kekebalan yang menyusup ke tempat suntikan itu untuk 'mengambil' vaksin. Selain itu, sel kekebalan yang diaktifkan akan 'berbicara' dengan sel kekebalan lain untuk mengkoordinasikan respons mereka melalui bahan kimia, ini yang menyebabkan munculnya efek samping," kata Prof Ooi.
Ini menjelaskan mengapa lebih banyak orang mengalami efek samping setelah mendapatkan dosis kedua dibandingkan yang pertama.
"Hal itu karena suntikan pertama memperkuat sistem kekebalan terhadap protein lonjakan Sars-CoV-2. Sehingga respons kekebalan terhadap dosis kedua kemungkinan besar lebih kuat dibandingkan yang pertama," jelas Prof Ooi.
Sementara itu Kepala Dokter di Raffles Medical Group, Dr Tseng Hsien Cho mengatakan bahwa sistem kekebalan memiliki dua lapisan respons, yakni respons kekebalan bawaan yang kemudian diikuti oleh respons kekebalan adaptif.
"Respons imun bawaan diaktifkan segera setelah tubuh kita mendeteksi adanya benda asing, dari setitik debu hingga virus yang masuk dalam tubuh. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan menghilangkan zat asing tersebut dengan sel darah putih khusus yang dikenal sebagai neutrofil dan makrofag," kata Dr Tseng.
Bentuk respons peradangan ini, kata dia, menunjukkan rasa sakit dan nyeri setelah menerima suntikan pertama, dan ini biasanya hanya berlangsung selama beberapa jam atau hari.
Sedangkan setelah menerima suntikan kedua, maka akan muncul respons kekebalan adaptif lapisan kedua dari pertahanan kekebalan yang membutuhkan waktu selama berhari-hari atau berminggu-minggu untuk berkembang.
"Ini adalah saat sel T dan sel B sistem kekebalan belajar mengenali penyerang tertentu, seperti protein dari virus Sars-CoV-2 ini," tegas Dr Tseng.
Kali ini, memori kekebalan yang dihasilkan dapat bertahan lama, sehingga jika tubuh bertemu dengan protein virus yang sama di masa depan, sel-sel kekebalan akan dapat mengenali penyerang dan mulai menghasilkan antibodi untuk pertahanan.
Sumber: https://www.straitstimes.com/singapore/askst-why-is-my-arm-sore-after-getting-the-covid-19-vaccine