Sebab, sinar matahari dapat langsung mengubah bahan kimia di kulit kita menjadi bentuk aktif vitamin (kalsiferol).
"Tubuh kita itu sebenarnya menghasilkan vitamin D, cuma harus dikonversi menjadi vitamin D yang aktif dengan bantuan sinar matahari," jelas Prof Zullies.
Kendati sumber vitamin D bisa dihasilkan sendiri oleh tubuh dan konsumsi makanan sehat, namun tak dipungkiri, apabila suplemen tambahan vitamin D juga dibutuhkan, terutama dalam meningkatkan imun atau kekebalan dari potensi infeksi Covid-19.
"Dari beberapa kajian mengungkapkan bahwa ternyata rata-rata orang memiliki kadar vitamin D yang rendah, sehingga perlu tambahan asupan vitamin dari luar, seperti dari suplemen," jelas Prof Zullies.
Vitamin D dalam terapi Covid-19
Vitamin D sebagai suplemen untuk terapi Covid-19, diberikan pada dosis yang berbeda dengan suplemen harian pada orang yang sehat yang manfaatnya diperlukan untuk menjaga kesehatan.
Prof Zullies menjelaskan kebutuhan vitamin D pada orang yang sehat dan orang yang sedang sakit, khususnya mereka yang terkena Covid-19, tentu berbeda.
Untuk menjaga kesehatan dan imun tubuh, dosis vitamin D yang disarankan per hari yakni antara 400IU hingga 1000IU.
Sebab, asupan vitamin D sudah tercukupi dari makanan sehat yang dikonsumsi sehari-hari.
Namun, berbeda pada orang sedang sakit, terutama mereka yang sedang terinfeksi Covid-19.
Dosis Vitamin D
Dosis vitamin D yang diberikan atau disarankan juga berbeda. Pada pasien Covid-19, vitamin D yang dikonsumsi untuk memulihkan imun atau kesehatan pada kelompok ini, kata Prof Zullies, bisa mencapai 5000IU atau lebih.
"Pada dasarnya, vitamin D tambahan relatif aman dikonsumsi setiap hari, untuk dosis sekitar 400IU. Namun, untuk dosis yang lebih tinggi, sebaiknya tidak dikonsumsi untuk waktu yang lama," jelas Prof Zullies.
Prof Zullies mengatakan bahwa batas toleransi vitamin D yang dikonsumsi yakni 10.000IU per hari.