Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menegaskan paparan Bisfenol A (BPA) di Indonesia masih aman, termasuk untuk bayi, anak-anak dan ibu hamil.
BPOM telah membandingkan dengan melihat standard yang disusun Otoritas Keamanan Makanan Eropa atau European Food Safety Authority (EFSA) dan dengan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 28 tahun 2019 tentang Angka Kecukupan Gizi.
Hal ini disampaikan Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM, Rita Endang diskusi virtual bertajuk “Keamanan Kemasan Bahan Pangan Berbahan Baku Plastik yang Mengandung Unsur BPA”, Rabu (6/10).
“Kami selalu membuat kajian paparan BPA dari kemasan makanan, termasuk di dalam air minum kemasan itu secara berkala,” ujarnya.
Menurutnya, EFSA menetapkan tolerable daily intake (TDI) BPA ini adalah 4 miligram perkilogram berat badan individu perhari dari konsumsinya.
“Artinya, BPA yang ditoleransi oleh tubuh manusia sebanyak itu jumlahnya,” tuturnya.
Baca juga: AMDK Galon Guna Ulang Aman Dikonsumsi Ibu Hamil dan Anak Balita, Begini Penjelasan Dokter dari POGI
Lebih jauh Rita menuturkan, BPOM juga mengecek jumlah angka kecukupan gizi dari setiap individu yang mengonsumsi AMDK yang sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 28 tahun 2019 tentang angka kecukupan gizi.
“Jadi, berapa konsumsi air minum, katakanlah untuk bayi itu sebesar 0,9 liter, itu kami hitung,” imbuhnya.
Baca juga: AMDK Galon Guna Ulang Apakah Aman? BPOM Beri Penjelasan Soal itu
Tidak hanya itu, BPOM juga menguji cemaran BPA dalam produk AMDK di dalam tubuh orang dewasa.
Dibandingkan dengan standar EFSA, dan ditemukan dalam tubuh orang dewasa hanya 2,920 persen paparannya, ibu hamil 3,316 persen, anak-anak 6,199 persen, dan bayi 7,008 persen.
Baca juga: Singgung Etika, P3I Ingatkan Produsen AMDK dalam Berpariwara
“Artinya? Dari data ini terlihat memang persentase paparannya itu dibandingkan dengan standar dari torarable intake yang ditoleransi masih sangat kecil. Jadi dari sini terlihat paparan BPA di Indonesia masih aman, termasuk untuk bayi, anak-anak dan ibu hamil. Ini masih ditoleransi,” katanya.
Dia menegaskan BPOM selalu mengawal keamanan pangan yang beredar di masyarakat, termasuk dalam hal mutu dan gizinya.
Hal itu juga sesuai dengan yang diamanatkan dalam UU No.18 Tahun 2012, bahwa kemasan pangan yang beredar pun harus yang tidak berbahaya. Ini juga sejalan dengan PP 86 tahun 2019 tentang Keamanan Pangan.
Dia mengutarakan dalam hal pengawasan terkait dengan kemasan AMDK, BPOM juga mengacu kepada Peraturan Menteri Perindustrian No. 96 tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Industri Air Minum Dalam Kemasan.
Sebelumnya, Kemenperin merilis produk AMDK berbahan PC aman bagi konsumen. Hal itu karena telah melalui proses pengujian parameter Standar Nasional Indonesia (SNI) di laboratorium yang telah ditunjuk dan mendapatkan akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN).
“Jadi, ketika industri AMDK itu ingin meregistrasikan, menerbitkan izin edar, untuk semua produk AMDK-nya, dia harus sudah tara pangan. Setelah itu, kami punya aturan food grade sebagaimana diatur dalam Peraturan BPOM nomor 20 tahun 2019 tentang Kemasan Pangan,” tutur Rita.
Menurut Rita, semua kemasan plastik yang digunakan untuk AMDK, baik dari PET, PP, PC, itu sesuai dengan aturannya.
Pada tahun 2021 ini BPOM juga melakukan uji laboratorium terhadap sampling kemasan galon air minum dalam kemasan (AMDK) jenis polikarbonat (PC). Hasilnya, ditemukan adanya migrasi BPA dari kemasan galon sebesar rata-rata 0,033 bpj.
“Nilai ini jauh di bawah batas maksimal migrasi yang telah ditetapkan BPOM, yaitu sebesar 0,6 bpj,” ucap Rita.
Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia Prof. Dr. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, SP.PD., KHOM, FINASIM., FACP menambahkan, belum ada bukti plastik yang dipakai sehari-hari itu menjadi penyebab dari penyakit kanker.
Dia mengatakan hanya mengetahui kemasan stereo saja yang sudah terbukti bias memindahkan molekul-molekul plastiknya. Itu pun jika kemasan stereo itu dipanaskan atau dibuat untuk membungkus makanan berlemak.
Selain itu juga makanan kaleng yang jika dipanaskan dengan kalengnya akan menyebabkan berpindahnya BPA ke makanan yang di dalamnya.
“Tapi belum cukup kuat mengatakan kalau air dalam kemasan itu bias menyebabkan kanker,” katanya.
YLKI Angkat Bicara
Ketua Pengurus Harian Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, terkait dengan keamanan pangan ini sudah diatur, baik di level Undang-Undang atau PP atau peraturan teknis lainnya.
Namun, kehadiran kemasan plastik membuat dampak yang signifikan, baik itu untuk lingkungan global atau bahkan untuk kesehatan manusia sebagai penggunanya.
“Dari satu sisi, kemasan plastik itu punya nilai plus tapi di sisi lain juga harus ada aspek-aspek yang kita perhatikan, baik untuk lingkungan global maupun pada sisi kesehatan. Apalagi saat ini kita lagi terfokus pada perubahan iklim global, dimana sampah plastik punya kontribusi yang signifikan dalam hal ini,” ujarnya.
Sebelumnya, Koordinator Pengaduan dan Hukum YLKI, Sularsi. mengakui belum pernah menerima pengaduan dari konsumen terkait bahaya penggunaan kemasan pangan. Sejauh ini, konsumen mengadu terkait makanan yang rusak dalam kemasannya.
“Kalau untuk pengaduan khusus untuk wadahnya atau kemasannya, kami belum pernah menerima pengaduan dari konsumen hingga saat ini. Tapi kalau produknya, isinya, misalnya makanannya atau minumannya rusak, itu ada,” kata Tulus.