Selama pandemi lebih dari 60 persen orang mengalami gejala ansietas dan lebih dari 70 persen orang mengalami gangguan stres pasca trauma.
Bahkan ketika berstatus positif Covid-19, sekitar 35,7 persen - 47 persen orang mengalami gangguan ansietas, serta 12,2 persen mengalami gangguan stres pasca trauma.
Sementara itu, bagi penyintas sekitar 12,3 persen -29,6 persen terkena gangguan ansietas, 25,1 persen -32,2 persen mengalami gangguan stres pasca trauma dan insomnia sebanyak 12,1 persen.
Kemudian, seluruh penyintas diketahui mengalami gangguan tidur.
Bagi anak dan remaja sebagai salah satu kelompok yang rentan terdampak, dukungan orang tua sangat
penting agar mereka dapat tumbuh sehat dan bahagia dalam situasi pandemi.
Psikolog anak, remaja, dan keluarga, sekaligus salah satu pendiri Ruang Tumbuh, Irma Gustiana Andriani
menjelaskan, dukungan psikososial sangat dibutuhkan anak dalam situasi yang tidak biasa ini.
"Untuk menjaga kesehatan mental anak dalam kondisi sehat, orangtua harus mengkondisikan rumah sebagai tempat aman dan nyaman bagi anak adaptasi di masa pandemi," ujar Irma.
Menurut Irma, dukungan dapat diberikan melalui stimulasi, supervisi, pendampingan, juga pengawasan. Bila
terdapat hambatan, katanya, orang tua sebaiknya segera melakukan intervensi, misalnya dengan konsultasi ke psikolog atau dokter anak.
Masalah kesehatan jiwa dan mental masyarakat yang cenderung meningkat di masa pandemi membutuhkan kesadaran dan perhatian bersama.
Upaya memelihara kesehatan mental dinilai penting guna menjaga imunitas tubuh.
Misalnya, sikap menerima dan tidak menyangkal fakta yang ada, serta usaha beradaptasi terhadap perubahan.
"Seperti diketahui bersama, kita memasuki tatanan hidup baru bersama COVID-19, karena virus ini tidak akan hilang dalam waktu singkat," tambah Irma.
Pemerintah mengimbau masyarakat untuk menjaga kesehatan mental dan juga
jasmani, agar tetap sehat dan dapat melakukan banyak aktivitas positif meski dalam situasi sekarang ini.