TRIBUNNEWS,COM, JAKARTA - Belakangan ini banyak artikel mengulas tentang bahaya bisphenol-A (BPA) pada pangan, khususnya pada produk Air Minum Dalam Kemasan.
Namun baik BPOM maupun pakar keamanan pangan dan pakar kimia menyatakan bahwa air bukanlah pengantar yang baik untuk luruhan BPA pada kemasan plastik.
BPA akan lebih mudah larut pada pangan mengandung lemak dan dalam suhu yang panas.
Salah satu kemasan yang mengandung BPA adalah makanan kaleng.
Lapisan plastik yang mengandung BPA yang terdapat pada bagian dalam makanan kaleng berfungsi untuk mencegak karat.
Karena makanan kaleng banyak yang berminyak dan dipanaskan sebelum dikonsumsi, maka BPA pada pelapis plastiknya lebih mudah bercampur dengan isi makanan kaleng.
Bahaya BPA pada makanan kaleng ini dijelaskan oleh Prof dr Aru Sudono pada seminar yang diselenggarakan YLKI beberapa waktu lalu.
Penelitian yang dipublikasikan oleh Environmental Research juga menunjukkan bahwa mengonsumsi makanan kaleng berhubungan dengan tingginya konsentrasi BPA dalam urin.
Semakin banyak mengonsumsi makanan kaleng, semakin tinggi juga kadar BPA yang ditemukan dalam urin.
Baca juga: Upaya Mendorong Label BPA Free untuk Human Health
Namun, kadar BPA yang ditemukan dalam makanan kaleng berbeda-beda jumlahnya.
Ada berbagai macam makanan kaleng yang bisa dikonsumsi, seperti ikan sarden, jagung, ikan tuna, bahkan juga buah-buahan. Biasanya seseorang mengonsumsi makanan kaleng sebagai hidangan utama dengan memanaskannya terlebih dulu atau yang langsung dimakan tanpa harus dimasak terlebih dahulu.
Dr. Karin Wiradarma, M. Gizi dari KlikDokter menjelaskan makanan yang dikemas dalam kalengan biasanya ditambahkan garam dan gula sebagai penyedap rasa.
Garam, gula, dan pengawet biasanya ditambahkan dalam makanan kaleng dalam batasan yang wajar.
Namun menurutnya, tetap saja garam dan gula tambahan dalam makanan kaleng bisa meningkatkan risiko-risiko penyakit seperti tekanan darah tinggi.