Sekitar setengah dari kanker payudara berkembang pada perempuan yang tidak memiliki faktor risiko kanker payudara.
Ini dapat diidentifikasi dari jenis kelamin perempuan yang berusia di atas 40 tahun.
Faktor-faktor tertentu pun dapat meningkatkan risiko kanker payudara, termasuk bertambahnya usia, obesitas, konsumsi alkohol, riwayat keluarga pernah menderita kanker payudara, riwayat paparan radiasi.
Kemudian riwayat reproduksi seperti usia saat mulai menstruasi dan usia kehamilan pertama, penggunaan tembakau dan terapi hormon pasca menopause.
Dokter Spesialis Bedah Onkologi, dr. Bob Andinata, Sp.B(K). Onk., menyebut penyakit ini berbahaya sehingga penting bagi perempuan untuk melakukan Periksa Payudara Sendiri (SADARI) agar bisa mendeteksi gejala timbulnya penyakit ini sejak dini.
"Ini nggak main-main kanker payudara ini, jadi semua perempuan harus tahu tentang skrining dan deteksi dini kanker payudara," ujar dr. Bob, dalam webinar series bertajuk 'Quality Life After Breast Cancer', Jumat (15/10/2021).
Menurut riset Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada 2016, tingkat penetrasi SADARI mencapai 46,3 persen, sedangkan Pemeriksaan Payudara secara Klinis (SADANIS) hanya mencapai 4,4 persen.
Sementara itu, dari data yang tercatat terkait 10 besar kasus baru di Rumah Sakit Kanker Dharmais periode 2020 menunjukkan kanker payudara sebagai penyakit dengan jumlah kasus paling tinggi yakni mencapai 1.137.
Sedangkan pada urutan kedua adalah kanker serviks sebanyak 332 kasus, lalu kanker paru menempati urutan ketiga dengan 249 kasus.
Urutan selanjutnya adalah nasofaring, tiroid, prostat, kandung kemih, ovarium, kolon dan rektum.
Sebelumnya, Ahli Bedah Onkologi dan Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (PERABOI), Dr. Walta Gautama, Sp.B (K). Onk., mengatakan sebagian besar pasien kanker payudara yang datang ke rumah sakit telah memasuki kondisi stadium lanjut, angkanya pun masih berada pada kisaran 70 persen.
Padahal jika penyakit ini terdeteksi lebih awal, maka akan ada lebih banyak opsi perawatan yang dapat dipilih pasien.
Begitu pula dengan kesempatan untuk bertahan hidup yang juga akan lebih besar.
Bahkan jika terdeteksi pada stadium awal, angka harapan hidupnya bisa mencapai 95 persen.