TRIBUNNEWS.COM – Peserta program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Krisnaningsih (54) merasa bersyukur telah bergabung menjadi peserta JKN-KIS.
“Bisa dibilang sejak 2014 hingga nanti 2022, saya akan menggunakan JKN-KIS (untuk berobat). Jika dihitung-hitung, total pengobatan saya sampai sekarang sekitar Rp 1,5 miliar,” katanya, dikutip Tribunnews.com dari laman resmi BPJS Kesehatan, Rabu (24/11/2021).
Wanita yang akrab disapa Kris itu adalah penderita kanker yang sudah bertahun-tahun menjalani perawatan medis.
Kris mengatakan, sepuluh tahun lalu, ia merasakan ada benjolan keras yang tidak berbentuk di payudara bagian kanannya.
Setelah menjalani tes ultrasonografi (USG) dan mammografi, ternyata ia positif mengidap kanker payudara stadium 2A.
Baca juga: Apa itu Kanker Angiosarcoma? Simak Gejala dan Penyebab Kanker Angiosarcoma
Lantaran masih ragu dengan hasil pemeriksaan dan anjuran dokter untuk operasi payudara, Kris pun pergi ke Singapura untuk melakukan general check-up.
“Hasilnya lebih mengejutkan. Payudara sebelah kiri pun ada benjolan, belum teraba mungkin karena masih hitungan milimeter,” ujarnya.
Ia mengatakan, dokter di Singapura juga menyarankannya untuk mengangkat kedua payudara.
“(Saat itu) saya mundur dan masih yakin, tanpa tindakan medis saya bisa sembuh,” tuturnya.
Sepulang dari Singapura, Kris menjajal berbagai pengobatan alternatif selama kurang lebih empat tahun lamanya.
Namun, kondisinya belum juga membaik setelah menjalani pengobatan alternatif di berbagai tempat.
Baca juga: Waspada, Ini Tipe & Gejala Penyakit Diabetes: dari Rasa Lapar Berlebih hingga Mudah Letih
Karena sudah tidak mampu menahan rasa sakitnya, pada 2014 Kris melakukan operasi pengangkatan payudara bagian kiri secara mandiri di Solo, Jawa Tengah.
“Waktu itu, dokter pun tetap menyarankan saya untuk kemoterapi. (Namun) saya masih ragu. Sekembalinya di Pekanbaru hingga 3 bulan setelah operasi itu, kaki kanan saya sakit sekali, pinggang belakang juga,” katanya.
Ia kemudian pergi ke Malaysia untuk melakukan tes computed tomography (CT) scan.
“Hasil CT scan menunjukkan kanker saya sudah menyebar hingga tulang belakang. Mau tidak mau, saya harus kemoterapi,” ucap Kris.
Setelah mempertimbangkan berbagai hal, Kris memutuskan untuk menjalani perawatan kemoterapi di Solo, menggunakan JKN-KIS.
Saat itu, ia menjalani kemoterapi infus sebanyak enam kali, sinar tulang belakang sebanyak sepuluh kali, mengonsumsi Xeloda sebagai kemoterapi oral selama dua siklus, dan mengonsumsi obat hormonal selama dua siklus.
Baca juga: Berkontribusi Dukung Program KORPRI, BPJS Kesehatan Raih Penghargaan KORPRI Award 2021
Seluruh perawatan kemoterapi yang dijalani Kris tersebut dibiayai oleh BPJS Kesehatan. Ia tidak mengeluarkan biaya lagi untuk perawatannya.
“Juga setelah saya selesai dengan kemoterapi kelima, saya sempat menerima operasi pengangkatan payudara bagian kanan. Itu juga masih tanpa biaya,” kata Kris.
Adapun pada 2016, sel kanker di tubuh Kris kembali aktif. Ia merasakan tangan kirinya sakit sampai tidak dapat digerakkan.
Kala itu, Kris memutuskan untuk berobat di Pekanbaru. Namun satu tahun kemudian, ia mendapat rujukan untuk melakukan perawatan sinar di rumah sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta.
Di sana, Kris mendapat perawatan sinar payudara sebanyak 30 kali dan sinar tulang belakang sebanyak sepuluh kali.
“Kini, saya pun masih melanjutkan pengobatan di Pekanbaru dengan minum kemoterapi oral Xeloda selama satu tahun dan obat hormonal hingga tahun 2022 nanti,” tuturnya.
Ia berharap, program JKN-KIS tetap ada untuk membantu pasien penyakit kronis dalam menjalani perawatan yang membutuhkan biaya besar.
“Kepada teman-teman peserta JKN-KIS BPJS Kesehatan, bayarlah iuran secara disiplin agar lancar dalam pengobatan,” pesan Kris.