Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Program keluarga berencana (KB) menjadi salah satu upaya membatasi angka kelahiran.
Selain itu ada pula pasangan yang ingin menunda kehamilan karena merasa belum memiliki kematangan baik secara finansial maupun mental.
Namun saat akan menjalani program KB, perlu diperhatikan beberapa hal berikut. Karena salah satu metode KB bisa berisiko menyebabkan hipertensi.
Hal ini diungkapkan oleh Anggota Pokja Panduan Konsensus InaSH, dr Siska Suridanda Dany Sp JP FIHA.
Salah satu metode KB yang populer menggunakan obat atau diminum. Metode ini menurut dr Siska memiliki risiko peningkatan tekanan darah.
Baca juga: Waspada! Ibu Hamil Berisiko Idap Hipertensi
Bagi perempuan yang tidak memiliki hipertensi, risiko terjadinya tekanan darah tinggi terbilang kecil yaitu di bawah 2-15 persen.
Namun ketika ada riwayat hipertensi, dan menggunakan alat kontrasepsi, maka risiko meningkat jadi 3 kali lipat yaitu hingga 16 persen.
"Yang mengonsumsi dan punya hipertensi akan meningkatkan hipertensi. Tidak hanya obatnya tapi juga kebiasan merokok, obesitas, dan tergantung dosis obat digunakan," ungkapnya dalam konferensi pers virtual yang diadakan InaSH, Jumat (18/2/2022).
Ia pun mengingatkan jika ingin menggunakan KB dengan metode oral, maka lebih peduli lagi pada tekanan darah.
Karena eningkatan darah menjadi salah satu komplikasi. Tekanan darah harus diperiksa sebelum dan sesudah pemakaian KB setiap 3 bulan sekali.
"Kalau terjadi kenaikan darah, maka obat diganti. Ada yang lebih rendah risikonya dan harus dikonsultasikan. Umumnya peningkatan darah akan kembali rendah kalau dihentikan konsumsinya," pungkas dr Siska.