News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Virus Corona

Dampak Budaya Kerja yang Ekstrem saat Pandemi, Survei: Karyawan Rentan Alami Gerd dan Dispepsia

Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi penyakit gastroesophageal reflux disease atau GERD.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Karyawan yang produktif akan mengerjakan tanggung jawab mereka dalam waktu lebih singkat sehingga mengurangi biaya operasional perusahaan dan meningkatkan profit.

Dengan demikian, penting bagi pengusaha untuk selalu memastikan kesehatan para karyawannya baik fisik maupun mental.

Di satu sisi, bekerja dapat menimbulkan gangguan kesehatan atau penyakit yang dapat mengganggu pekerjaan. Survei yang dilakukan oleh The Finery Report menyebutkan, 83 persen responden menganggap kerja lembur adalah hal yang normal. Tak kurang dari 69 persen juga mengaku, bekerja di akhir pekan merupakan aktivitas yang rutin dijalani.

Bahkan, 60 persen di antaranya merasa bersalah jika tidak menambah jam kerja di luar jam kantor. Budaya kerja ekstrem (hustle culture) semakin marak akibat pandemi Covid-19. Bekerja dari rumah membuat karyawan sulit membagi waktu antara pekerjaan dan urusan pribadi.

Tidak jarang harus terjaga hingga tengah malam agar pekerjaannya bisa selesai. Keadaan ini dapat membuat karyawan stres dan memengaruhi pola makan mereka sehingga penyakit yang berkaitan dengan asam lambung, seperti dispepsia dan Gerd rentan menyerang.

Dilansir dari Medscape, gastroesophageal reflux disease (GERD) adalah suatu kondisi di mana refluks isi lambung ke kerongkongan menyebabkan gejala yang mengganggu seperti mulas dan regurgitasi dan/atau komplikasi lain, termasuk refluks esofagitis seperti batuk dan suara serak.

Sementara itu, dikutip dari Science Direct, dispepsia didefinisikan sebagai rasa sakit atau ketidaknyamanan perut yang terus-menerus atau berulang yang berpusat di perut bagian atas.

Beberapa penelitian di dunia menunjukkan bahwa dispepsia dan Gerd menurunkan produktivitas kerja dan kehidupan sehari-hari. Gerd menyumbang beban yang signifikan pada pasien perawatan primer, dalam hal ketidakhadiran kerja dan penurunan produktivitas baik saat bekerja (presenteeism) maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Beban biaya terhadap ekonomi lokal sebagai akibat dari Gerd berupa ketidakhadiran di tempat kerja dan penurunan produktivitas saat bekerja mungkin cukup besar di negara-negara Eropa.

Penelitian yang dilakukan terhadap pekerja aktif di Brazil menunjukkan bahwa dispepsia telah menyebabkan ketidakhadiran kerja pada minggu sebelumnya dan penurunan produktivitas kerja (presenteeism). Studi menunjukkan pengaruh penting dispepsia terhadap produktivitas kerja.

Baca juga: Bukan Gerd, Maia Estianty Ungkap 2 Penyakit di Tubuhnya: Operasi atau Enggak Diputuskan Suami

Di Indonesia, berdasarkan statistik Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 2014—2018, dispepsia dan gastritis termasuk dalam 10 penyakit terbanyak baik pada rawat jalan tingkat pertama maupun rawat inap tingkat pertama.

Sebagai penyedia telemedicine bagi banyak perusahaan di Indonesia, tren serupa juga terlihat oleh tim medis internal Good Doctor.

Dokter Adhiatma, Head of Medical Good Doctor Technology Indonesia menyatakan, saat ini terdapat peningkatan kasus konsultasi dispepsia dan Gerd yang cukup besar di Good Doctor. Penyakit gerd telah menjadi kasus konsultasi top kedua tertinggi, setelah kasus penyakit ISPA, selama bulan Ramadan tahun ini.

"Kami telah memprediksi tren ini, sehingga kami telah menyiapkan ketersediaan stok obat di mitra farmasi kami dan melakukan beberapa kegiatan edukasi kesehatan kepada orang awam mengenai dispepsia dan gerd," ujar Dokter Aditama dalam kegiatan virtual beberapa waktu lalu.

Kesehatan karyawan yang terjaga akan terkait erat dengan peningkatan angka produktivitas di tempat kerja. Selain itu, akses manfaat layanan kesehatan digital sekarang menjadi benefit yang diinginkan para karyawan.

Berinvestasi dalam kesehatan mental dipandang sangat penting oleh satu dari dua karyawan (50 persen). Hasil survei ini dapat menjadi masukan bagi perusahaan untuk memanfaatkan layanan telemedicine bagi para karyawan.

Baca juga: Gerd Bisa Dipicu oleh Kebiasaan Makan Kurang Serat

Sebagai penyedia layanan telemedicine, Good Doctor Technology Indonesia (GDTI) telah bermitra dengan lebih dari 1.300 perusahaan, lebih dari 40 perusahaan asuransi, dan kepada hampir 300.000 karyawan di Indonesia dengan layanan telekonsultasi 24 jam dan pengiriman obat sampai ke rumah asuransi kesehatan, tes Covid-19, dan vaksinasi.

Kehadiran layanan kesehatan virtual memberikan win-win solution bagi perusahaan dan karyawan. Perusahaan mendapat manfaat dari tenaga kerja yang lebih sehat dan produktif. Pada saat yang bersamaan, karyawan juga memperoleh manfaat berupa akses layanan kesehatan yang nyaman dan mudah. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini