Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Salah satu jenis penyakit mata yang patut menjadi perhatian orangtua adalah katarak kongenital. Penyakit ini umumnya terjadi pada anak-anak
Anak-anak yang menderita katarak kongenital umumnya terjadi karenai kehamilan bermasalah yang sering kali tidak disadari orang tuanya.
Di Indonesia, data aktual anak-anak penderita katarak kongenital di Indonesia sangat terbatas.
Sebuah studi oleh Eriskan dari RS Mata Cicendo Bandung pada Januari 2017 - Desember 2019 melaporkan 224 kasus katarak, 94.64 persen adalah kongenital katarak dan 5.36 persen katarak yang memburuk (developmental cataracts).
RS Mata Cicendo adalah rumah sakit pusat rujukan tingkat tiga.
Saat lahir, bayi-bayi dengan katarak kongenital ini memiliki mata yang diselimuti lapisan putih yang membuatnya tidak bisa melihat dan merespon gerakan di sekitarnya.
Jika tidak ditangani dengan benar, masalah katarak kongenital pada anak ini akan memengaruhi tumbuh kembang anak yang berlangsung di 1000 hari pertamanya.
“Sebanyak 83 persen dari kemampuan manusia mengolah informasi berasal dari indra penglihatan," ungkap mantan Menteri Kesehatan RI 2014-2019 Prof. Dr. dr. Nila Djuwita Faried Anfasa Moeloek, Sp.M (K) di acara Peluncuran CSR Optik Tunggal - Donasi 2025 Kacamata Katarak Kongenital, Kamis, 13 Oktober 2022.
Baca juga: Katarak dan Hernia Berdampak pada Produktivitas Mobilitas dan Mental Pasiennya
Prof. Dr. dr. Nila menjelaskan, siklus kehidupan manusia sejak lahir sampai lansia memerlukan penglihatan sebagai jendela dunia.
"Itu sebabnya kita harus menjaga dan memastikan kesehatan indra penglihatan dan mengambil langkah-langkah yang benar untuk mengatasi masalah penglihatan termasuk pada anak-anak,” ujarnya.
Dia mengingatkan, saat menemukan kondisi kelainan mata pada anak-anak yakni katarak kongenital, orang tua perlu melakukan langkah-langkah medis yang tepat agar indra penglihatan ini bisa diperbaiki.
Gejala Katarak Kongenital
Gejala awal katarak kongenital pada anak-anak biasanya terlihat pada pupil yang berwarna putih.
Penyebabnya antara lain infeksi intra uterin dari ibu hamil ke janin yang merupakan genetik diturunkan dari orang tua, penyakit metabolik pada janin, dan atau kelainan mata lainnya
Penyembuhan yang disarankan adalah operasi sedini mungkin begitu anak didapati mengalami katarak kongenital.
Teknik operasi katarak kongenital sangat berbeda dengan teknik operasi katarak pada orang dewasa dan jika teknik operasi ini salah dilakukan.
Yakni melakukan teknik operasi katarak dewasa pada katarak kongenital pada anak, maka hampir bisa dipastikan 100 persen anak akan kembali buta karena katarak akan muncul kembali.
Operasi katarak pada anak harus dilakukan segera, jangan terlambat. Setelah operasi bedah, rehabilitasi visual harus dilakukan secepatnya.
Kacamata khusus ini harus segera diberikan agar anak dapat melihat lebih jelas dan mencegah amblyopia atau mata malas.
“Rehabilitasi visual pada anak yang telah dioperasi katarak sangat penting karena akan memengaruhi tumbuh kembang anak," ujar CEO Optik Tunggal, Alexander Kurniawan.
Itu sebabnya pihaknya menyediakan kacamata dengan lensa khusus yang didesain sesuai anak-anak hingga 10 tahun.
Dia menjelaskan, lensa yang disiapkan oleh ZEISS di Jermana dan memiliki ketebalan ukuran kacamata plus yang sangat tinggi.
Ke-2025 pasang kacamata khusus ini diberikan secara gratis kepada anak-anak berusia hingga 10 tahun yang mengalami katarak kongenital sejak lahir.
Pemberian 2025 kacamata khusus bagi anak-anak penderita katarak kongenital ini merupakan kelanjutan dari pemberian 90 pasang kacamata yang sama pada tahun 2019 lalu.
“Penglihatan adalah indra tubuh yang sangat penting bagi manusia. Bagian tubuh manusia pertama yang mencerna informasi dari sekitar kita adalah mata," ujar Alexander Kurniawan.
"Sebuah survei tentang kebutaan1 mengatakan 85 persen manusia menyatakan bahwa ketakutan terbesar mereka adalah kehilangan indra penglihatan,” imbuhnya.
"Tahun 2019 kami menemukan masalah penglihatan yang sangat penting bagi masa depan bangsa, yakni katarak kongenital pada anak-anak," ungkap Alex.
"Saat mengetahui betapa sulitnya mendapatkan kacamata khusus untuk anak-anak yang menderita katarak kongenital ini, kami memutuskan untuk memberikan bantuan khususnya bagi anak-anak dari keluarga pra-sejahtera," bebernya.
"Kami langsung menghubungi mitra kami, salah satu pembuat lensa terbaik di dunia, ZEISS di Jerman, untuk membuatkan lensa khusus bagi anak-anak penderita katarak kongenital,” kata Alex mengenang kejadian pertama kali di tahun 2019 saat kesulitan orang tua mencarikan sepasang kacamata bagi anak mereka yang menderita katarak kongenital.
Selain ukuran ketebalan, ukuran lensa juga harus mengikuti ukuran khusus setiap anak karena ada parameter optikal yang menjadi pertimbangan.
“Kami sangat ingin membantu anak-anak yang menderita katarak kongenital untuk bisa melihat sekitarnya, memandang orang tua yang mencintai mereka, melihat sekitarnya untuk belajar dan berkembang. Kami ingin melihat lebih banyak anak-anak yang bisa tersenyum melihat dunia, punya kesempatan belajar dan berkembang seperti anak-anak lainnya,” ujar Alex.
Alex menambahkan, perusahaannya mengalokasikan dana sebesar Rp 10-12 juta rupiah untuk pembuatan setiap pasang kacamata khusus ini.
Pihaknya mempersilakan keluarga pra-sejahtera yang memiliki anak dengan katarak kongenital untuk menghubungi peruusahaan dan Tim Optik Tunggal akan menerima data yang masuk dan membuat prioritas penerima kacamata khusus ini.
"Kami juga akan proaktif mengunjungi keluarga-keluarga tersebut di rumah mereka apabila tidak memungkinkan bagi mereka untuk mendatangi Optik Tunggal karena berbagai keterbatasan,” ungkapnya.
Pengalaman Asri Welas
Salah satu orang tua yang memiliki anak dengan katarak kongenital adalah public figure Asri Welas. Rayyan Gibran Ridha Rahardja atau Ibran lahir tahun 2017.
Dia diketahui memiliki kelainan pada matanya saat masih berusia beberapa bulan. Asri Welas mengaku masih sangat ingat, dia dan suami mengetahui saat Ibran lahir.
“Saya dan suami menduga kondisi kelainan mata pada Ibran anak kedua kami. Saat itu Ibran masih berusia lima bulan, dan kami menemukan Ibran tidak merespon gerakan yang ada di depan matanya,” kenang Asri Welas.
“Yang membuat kami sangat sedih, saat itu tidak ada informasi apapun tentang katarak kongenital pada anak yang bisa saya dapatkan," ujarnya.
Prof Nila menilai penyediaan kacamata gratis bagi rehabilitasi visual anak-anak pasca operasi katarak kongenital ini sangat membantu anak-anak penderital katarak kongenital.
"Kacamata khusus ini sangat dibutuhkan tapi sangat mahal. Bantuan Optik Tunggal sangat membantu orang tua, yang juga ingin anak mereka tumbuh dan berkembang dengan normal. Lebih dari itu, bantuan kacamata ini memberikan kesempatan bagi anak-anak yang kurang beruntung untuk bisa berkembang dan maju seperti anak-anak lainnya,” ujarnya.