TRIBUNNEWS.COM - Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengeluarkan imbauan terkait Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal atau Acute Kidney Injury (AKI).
Imbauan disampaikan langsung oleh Ketua Umum IDAI, dr Piprim Basarah Yanuarso Sp.A(K) di akun Instagram resmi, @idai_ig, Rabu (19/10/2022).
"Imbauan IDAI terkait Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal per tanggal 19 Oktober 2022," ucap dr Piprim.
"IDAI menyikapi perkembangan situasi berdasarkan hasil investigasi Kemenkes RI dan BPOM terkait penyebab Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal," lanjutnya.
Selain itu, IDAI mengeluarkan imbauan berdasarkan meningkatnya kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal pada anak di Indonesia secara cepat.
Kepada masyarakat, IDAI mengimbau agar untuk sementara waktu tidak membeli obat bebas tanpa rekomendasi tenaga kesehatan.
"Sampai didapatkan hasil investigasi menyeluruh oleh Kemenkes dan BPOM," jelasnya.
Baca juga: Kemenkes Minta Apotek Tidak Jual Obat Sirup untuk Sementara Waktu, Ini Alasannya
IDAI juga meminta masyarakat agar tetap tenang dan waspada terhadap gejala Ginjal Akut Progresif Atipikal pada anak.
"Seperti berkurangnya atau tidak adanya buang air kecil (BAK) secara mendadak," ucapnya.
Selain itu, IDAI juga mengimbau agar masyarakat mengurangi aktivitas anak-anak khususnya balita yang dapat menyebabkan terpapat risiko infeksi.
"Seperti dalam kerumunan, ruang tertutup, tidak menggunakan masker, dan lainnya," jelasnya.
Baca juga: Jenis-jenis Bahan Kimia Beracun yang Ditemukan dalam Sampel Obat Sirup yang Diuji WHO?
Sebelumnya, dr Piprim juga memaparkan enam poin imbauan IDAI bagi tenaga kesehatan dan rumah sakit.
Berikut imbauan IDAI bagi tenaga kesehatan dan rumah sakit terkait Ginjal Akut Progresif Atipikal pada anak.
1. Tenaga kesehatan menghentikan sementara peresepan obat sirup yang diduga terkontaminasi etilen glikol atau dietilen glikol sesuai hasil investigasi Kemenkes dan BPOM.
2. Bila memerlukan obat sirup khsus, misalnya obat anti epilepsi atau lainnya, yang tidak dapat diganti sediaan lain, harap konsultasikan dengan dokter spesialis anak atau konsultan anak.
3. Jika diperlukan, tenaga kesehatan dapat meresepkan obat pengganti yang tidak terdapat dalam daftar dugaan obat terkontaminasi atau dengan jenis sediaan lain seperti suppositoria (obat yang dimasukkan ke dalam anus) atau dapat menggantinya dengan obat puyer dalam bentuk tunggal atau monoterapi.
4. Peresepan obat puyer tunggal hanya boleh dilakukan oleh dokter dengan memperhatikan dosis berdasarkan berat badan, kebersihan pembuatan, dan tata cara pemberian.
5. Tenaga kesehatan diimbau untuk melakukan pemantauan secara ketat terhadap tanda awal Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal ini, baik yang dirawat inap maupan jalan.
6. Rumah sakit meningkatkan kewaspadaan deteksi dini Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal dan secara kolaboratif mempersiapkan penanganan kasusnya.
"Mudah-mudahan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa menjaga kita semua dari kejadian-kejadian yang tidak diinginkan dan kita bisa sehat, tutup dr Piprim.
Baca juga: Kasus Gagal Ginjal Akut Anak Bertambah, DPR Dorong Sosialisasi Masif Pengobatan Tanpa Obat Sirup
Ada 206 Kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal pada Anak di Indonesia
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, Juru Bicara Kemenkes RI Dr Syahril mengatakan per 18 Oktober 2022 terdapat sebanyak 206 kasus dari 20 provinsi yang melaporkan.
"Dengan tingkat kematian 99 kasus atau 48 persen, di mana angka kematian pasien yang dirawat khususnya di RSCM sebagai RS rujukan nasional ginjal itu mencapai 65 persen," ucapnya dalam Press Conference Perkembangan Acute Kidney Injury di Indonesia yang ditayangkan YouTube Kementerian Kesehatan RI, Rabu (19/10/2022).
Berdasarkan hasil pemeriksaan, dr Syahril mengatakan tidak ada bukti hubungan gagal ginjal akut dengan vaksin Covid maupan infeksi Covid-19.
"Ada berita yang banyak di media sosial, ini diselidiki dan dilakukan pemeriksaan tidak ada kaitannya dengan vaksin Covid maupan infeksi Covid-19," jelasnya.
Lebih lanjut Syahril mengatakan gangguan gagal ginjal akut pada umumnya menyerang anak usia kurang dari enam sampai lima tahun.
"Sementara program vaksinasi belum menyasar anak usia 1-5 tahun," paparnya.
Baca juga: Kemenkes Ingatkan Jangan Konsumsi Stok Obat Sirup di Rumah Selama Proses Investigasi
Lebih lanjut, berdasarkan pemeriksanaan sampel obat yang dikonsumsi pasien, Syahril mengungkapkan untuk sementara ditemukan jejak senyawa yang berpotensi mengakibatkan gangguan ginjal akut progresif atipikal.
"Saat ini Kemenkes dan BPOM masih terus menelusuri dan meneliti secara komprehensif termasuk kemungkinan faktor risiko lainnya," jelasnya.
Sebagai langkah awal untuk menurunkan fatalitas Gangguan Ginjal Akut ini, Kemenkes melalui RSCM telah membeli antidotum yang didatangkan langsung dari luar negeri.
"Untuk diberikan kepada pasien-pasien yang saat ini sedang dirawat, bukan hanya di RSCM, tetapi dirawat di seluruh rumah sakit," ungkapnya.
(Tribunnews.com/Fajar)