News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Gangguan Ginjal

Mengapa Sampai Ada EG dan EDG Lebihi Ambang Batas? Benarkah Bahan Baku Obat Diganti? Ini Sikap BPOM

Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Anita K Wardhani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI Penny K Lukito dalam konferensi pers secara virtual, Senin (10/1/2022).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Ditemukannya konsentrasi pencemar etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang melebihi ambang batas dalam obat sirup yang diduga dikonsumsi paisen gaangguan ginjal akut menimbulkan pertanyaan.

Mengapa bisa terjadi EG dan DEG yang melebihi batas ambang ini ditemukan? Adakah kemungkinan bahan bakunya diganti?

Baca juga: DAFTAR Obat Sirup yang Aman dan Tidak Aman Hasil Temuan BPOM: 30 Aman, 3 Mengandung EG/DEG

Kepala BPOM RI Penny K. Lukito mengatakan, pihaknya tengah mendalami bahan baku yang digunakan produsen obat sirup terkait temuan EG dan DEG di atas ambang batas.

"Apa bahan bakunya berubah dan sebagainya itu akan menjadi tahapan pendalaman kami tentang sebabnya kenapa sampai sekarang ada ada konsentrasi pencemar, sampai ada di produk yang melebihi ambang batas," kata Penny dalam konferensi pers, Minggu (23/10/2022).

Ia menjelaskan, EG dan DEG memang dilarang dalam penggunaan bahan baku obat.  Namun kedua zat ini memungkinkan ada dalam obat sirup karena terbawa bahan kimia lain, yakni pada proses produksi impurities atau ketidakmurnian.

Adapun sesuai standar, ambang batas atau tolerable daily intake ditetapkan untuk EG dan DEG sebesar o,5 per Mg per berat badan per hari.

Baca juga: Dilarang BPOM, Ini Proses Terjadinya Cemaran Etilen Glikol dan Dietlon Glikol Ada dalam Obat Sirup

"Intinya sih memang akan selalu ada ya hanya sekarang berapa jauh ya yang harusnya ada tidak melebihi dari ambang batas," ujar dia.

Pihaknya akan melakukan pendalaman pada perusahaan-perusahaan yang didapatkan produknya melebihi ambang batas atau TMS tersebut.

Sejauh ini BPOM mengklaim sudah mulai melakukan langkah-langkah pembinaan, mendatangi produsen untuk melihat bahan bakunya secara detail.

Ilustrasi obat sirup (Venture Academy)

"Tapi kita akan dalami lagi. Kami akan lebih mendalami lagi apakah ada industri farmasi yang ternyata mengganti bahan baku, dalam situasi kita kemarin banyak sekali permasalahan dikaitkan dengan akses ke bahan baku selama masa pandemi. Itu bisa dimungkinkan," ujarnya

Berdasarkan hasil pengujian terhadap 39 bets dari 26 sirup obat yang diduga mengandung cemaran EG dan DEG, ditemukan adanya kandungan cemaran EG yang melebihi ambang batas aman pada 5 (lima) produk sampel.

Berikut 5 produknya yang menunjukkan adanya kandungan cemaran EG yang melebihi ambang batas aman yang diumumkan BPOM pada 22 Oktober lalu.

1. Termorex Sirup (obat demam), produksi PT Konimex dengan nomor izin edar DBL7813003537A1, kemasan dus, botol plastik @60 ml.

Baca juga: Termorex Sempat Disebut Kadar EG dan DEG Lewati Ambang Batas, BPOM: Batch Tertentu, Lainnya Aman

2. Flurin DMP Sirup (obat batuk dan flu), produksi PT Yarindo Farmatama dengan nomor izin edar DTL0332708637A1, kemasan dus, botol plastik @60 ml.

3. Unibebi Cough Sirup (obat batuk dan flu), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DTL7226303037A1, kemasan Dus, Botol Plastik @ 60 ml.


4. Unibebi Demam Sirup (obat demam), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DBL8726301237A1, kemasan Dus, Botol @ 60 ml.

5. Unibebi Demam Drops (obat demam), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DBL1926303336A1, kemasan Dus, Botol @ 15 ml.

Ini Proses Terjadinya Cemaran Etilen Glikol dan Dietlon Glikol Ada dalam Obat Sirup

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melarang penggunaan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) digunakan sebagai bahan baku utama untuk obat sirup anak maupun dewasa.

"Sebagai langkah kehati-hatian BPOM menelusuri kemungkinan kandungan DEG dan EG yang berasal dari cemaran bahan lain yang digunakan sebagai zat pelarut tambahan. Sebagai bahan baku sudah jelas tidak boleh,” ujar Kepala BPOM RI, Penny K Lukito, dalam konferensi pers, Minggu, (23/10/2022).

Petugas melayani pembeli pada salah satu apotek di kawasan Bungur, Jakarta Selatan, Jumat (21/10/2022). Sebagai bentuk kewaspadaan terhadap kasus gangguan ginjal akut misterius yang menyerang anak di Indonesia, Pemerintah melarang sementara penjualan obat sirup serta mengembalikan lima produk yang sudah terindikasi berbahaya sesuai temuan BPOM kepada distributor. TRIBUNNEWS/JEPRIMA (TRIBUNNEWS/JEPRIMA)

Namun, EG dan DEG dapat dimungkinkan ada dalam obat sirup karena terbawa bahan kimia lain.

Hal ini dijelaskan Tim pengkaji dari Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung (SF-ITB), Prof Doktor Rahmana Emran Kartasasmita.

Ahli Farmakokimia ini menjelaskan, ada beberapa bahan yang digunakan sebagai pelarut campur dalam formulasi sediaan farmasi.

Baca juga: Sejumlah Minimarket di Matraman Jaktim Tak Menjual 5 Daftar Obat Sirup yang Dilarang Pemerintah

Bahan pelarut ini adalah Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol dan/atau Gliserin/Gliserol.

Keempat merupakan bahan tidak berbahaya.

Lantas, mengapa saat EG dan DEG munucul?

Penny K Lukito dalam konferensi pers secara virtual dari YouTube BPOM RI dari Jakarta, Jumat (24/12/2021). (Tribunnews.com/Rina Ayu)

Lalu, dari proses produksi dimungkinkan impurities atau ketidakmurnian maka tidak mungkin kalau menetapkan bahwa EG dan D3G itu ditetapkan 0 atau Zero.

"Jadi tidak ada negara manapun di dunia ini yang menyatakan bahwa EG dan DEG dari keempat bahan itu harus negatif atau tidak terdeteksi tapi ada ambang batas," ujarnya.

Adapun sesuai standar, ambang batas atau tolerable daily intake ditetapkan untuk EG dan DEG sebesar o,5 per Mg per berat badan per hari.

"Itu adalah bahan yang dikatakan faramtical grade atau derajat paling tingi sehingga bahan pelarut itu digunakan pada formulasi obat-obat sirup dibolehkan dan dimungkinkan selama ambang-ambang," jelas Rahmana.

Sehingga, pada produk akhir kalau diperiksa maka bahan-bahan itu ada jika berdasarkan perhitungan berbasis risiko melewati ambang tadi 0,5 MG per kg per hari maka dinyatakan secara perhitungan risiko itu tidak aman atau berisiko.

"Tugas BPOM adalah memastikan bahwa
Keberadaan cemaran-cemaran semuanya itu dimaintance tidak mlewati ambang vbyas bukan menegatifkan cemaran," imbuh dia.

"Negara-negara mana pun tidak ada yang seperti itu tidak akan ada yang mampu O kan cemaran tersebut," sambung Rahman.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini