TRIBUNNEWS.COM - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk memperketat pengawasan pada obat dan makanan buntut kasus gagal ginjal akut.
Kasus temuan obat sirup yang mengandung etilen glikol di atas ambang batas aman ini disebut menjadi catatan khusus bagi BPOM.
Pernyataan tersebut disampaikan Wakil Ketua Komnas HAM Munafrizal Manan saat konferensi pers bersama BPOM secara daring pada Kamis (27/10/2022).
"Pengawasannya ya harus seketat mungkin, bila perlu super ketat, karena ini menyangkut keselamatan publik," kata Munafrizal, Kamis (27/10/2022) dikutip dari youTube KompasTv.
Menurutnya, penemuan kasus gagal ginjal akut ini menjadi momentum perbaikan tata kelola sistem pengawasan obat dan makanan agar lebih menyeluruh.
"Ini jadi momentum bagi kita untuk memastikan ini tidak terjadi lagi kedepan."
Baca juga: Komnas HAM Sebut Kasus Gagal Ginjal sebagai Kejadian Luar Biasa: Harus Ada yang Tanggung Jawab
"Untuk karena itulah sistem tata kelola, sistem pengawasan obat dalam makanan itu harus dibuat sekomprehensif mungkin kedepan."
Munafrizal juga mengatakan, peran BPOM harus diperkuat agar lebih efektif dalam melakukan tugasnya mengawasi obat dan makanan.
"Termasuk juga saya kira perlu penguatan BPOM sendiri agar ke depan lebih maksimal dalam melakukan pengawasan terhadap obat dan makanan," tuturnya.
Lanjut Munafrizal mengatakan, pihak terkait baik BPOM maupun Kementerian Kesehatan harus dapat menemukan penyebab pasti meninggalnya korban ginjal akut ini.
Sehingga kepastian permasalahan gangguan ginjal akut bisa diatasi dan dicegah.
"Apa yang jadi penyebab pasti meninggalnya anak-anak tersebut harus ditemukan sehingga kita bisa mengatasinya,” ujarnya.
Komnas HAM Minta Harus Ada Pihak yang Tanggung Jawab
Dalam hal ini, Komnas HAM juga meminta harus ada pihak yang bertanggung jawab.
Munafrizal menyebut, kasus yang menelan korban jiwa ratusan anak itu tergolong kejadian luar biasa.
"Karena ini bisa disebut kasus kejadian luar biasa, maka harus ada yang bertanggung jawab atas peristiwa ini," kata Munafrizal.
"Kami mendukung dan mendorong pihak yang memenuhi unsur pertanggung jawaban pidana, agar dituntut pertanggung jawabannya," ucap Munafrizal.
Lebih lanjut, Munafrizal mengatakan, pihaknya mendukung arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyarankan agar pasien yang masih dirawat dibebaskan dari biaya perawatan.
Baca juga: 10 Vial Obat Gagal Ginjal Akut dari Singapura Tiba Hari Ini, Kemenkes Pastikan Gratis
"Terutama yang sekarang masih dirawat di rumah sakit agar digratiskan," tuturnya.
Pihaknya juga meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) agar selalu menyampaikan perkembangan kasus kepada publik.
Sebab, menurut Munafrizal hal itu menyangkut hak masyarakat luas.
"Tadi sudah kami sampaikan pada Ibu kepala BPOM untuk selalu menyampaikan update informasi ke publik atas peristiwa ini."
"Kami berharap penyampaian setransparan mungkin dan apa adanya tanpa ditutupi," ujarnya.
Update Kasus Gagal Ginjal Akut
Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Mohammad Syahril mengatakan per 26 Oktober 2022 tercatat sebanyak 269 kasus gangguan ginjal akut pada anak.
Jumlah kasus gangguan ginjal akut pada anak ini tersebar di 27 provinsi.
Dari kasus yang tercatat tersebut, sebanyak 73 pasien masih dirawat.
Kemudian 39 dinyatakan sembuh, dan 157 pasien meninggal dunia atau punya tingkat fatality rate 58 persen.
"Pada tanggal 26 oktober ini tercatat 269 kasus yang dirawat ada 73 kasus, meninggal 157 kasus berarti 58 persen, dan sembuh 39 kasus," kata Syahril, Kamis (27/10/2022) dilansir Tribunnews.
Namun Syahril menjelaskan dari tambahan 18 kasus sejak 24 Oktober 2022 lalu yang sebanyak 241 kasus, hanya 3 kasus yang benar-benar merupakan kasus baru.
Sedangkan 15 lainnya adalah kasus yang baru dilaporkan yang terjadi sejak akhir September hingga pertengahan Oktober 2022.
(Tribunnews.com/Milani Resti/Danang Triatmojo)