Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Pencegahan stunting ternyata tidak hanya dilakukan ketika masa kehamilan ibu, tapi saat masih remaja.
Hal ini diungkapkan oleh dokter spesialis anak dr Annisa Nur Aini SpA saat acara Momami peluncuran Smart Chart bersama dengan 1000 Days Fund didukung oleh Brawijaya Hospital, di Jakarta.
Menurut dr Aini, persiapan itu tidak hanya dilakukan sejak SMA, tapi dimulai dari SD.
"Untuk mempersiapkan remaja ini kelak akan memiliki anak, biasanya kita mulai dengan pendidikan usia sekolah. Tidak hanya SMA, tapi SD dan SMP," ungkapnya di Jakarta, Jumat (23/12/2022).
Saat SD dilkaukan pemantauan bagaimana hidup bersih dan perkemban si anak.
Baca juga: Benarkah Suplemen Penambah Darah Bisa Atasi Stunting? Begini Penjelasan Dokter
Pemantauan bisa dilakukan ketika bulan imunisasi anak.
"Di situ tidak hanya imunisasi saja, tapi juga mengukur tinggi dan berat badan.Begitu ketemu satu atau dua anak yang mencurigakan pasti di kontak langsung," kata dr Aini lagi.
Pihak kesehatan akan menghubungi sekolah atau pihak keluarga untuk follow up apakah anak mengalami gagal tumbuh atau stunting.
Sedangkan pada tingkat SMP tidak hanya fisik dari segi berat dan tinggi badan saja yang disiapkan namun juga kesiapan rohani dan emosional.
Salah satunya seperti mengenalkan terkait pendidikan seksual.
"Dulu kita tabu sekali membicarakan masalah pendidikan seks ini. Tapi justru kalau tidak diberi tahu nanti akan ada kehamilan usia dini yang berujung pada komplikasi kehamilan, itu yang (perlu) diedukasi remaja putri," tegasnya.
Dengan memberikan intervensi sejak remaja, diharapkan dapat memutus lingkaran setan terjadinya stunting di Indonesia.
Karena jika sejak remaja tidak dibekali bekal, maka akan terjadi kehamilan di usia dini.
Kehamilan ini berisiko mengalami kelahiran prematur.
Atau, walau pun cukup bulan, anak rentan mengalami kekurangan gizi dan nutrisi yang berujung pada stunting tadi.