Adapun D nya adalah datang ke posyandu secara rutin, agar dapat memantau pertumbuhan dan perkembangan anak, serta mendapatkan imunisasi.
"Karena kalau dari pertumbuhan anak bisa dipantau dari tinggi badan, berat badan, lingkar kepala, lingkar lengan gitu," kata Duta Gizi Indonesia itu.
Hal itu dapat disesuaikan dengan tabel pertumbuhan anak untuk melihat tahapan usianya.
Sedangkan, perkembangan ini dapat dipantau dari anaknya apakah sudah dapat merangkak, duduk, merespon apa yang didengarkan, hingga berjalan.
Baca juga: Tak Hanya Penyumbang Stunting, Anemia Berbahaya Bagi Ibu Hamil
Dampak stunting pada anak
Sementara itu, stunting tidak hanya pada tinggi badannya saja, namun akan berdampak juga pada bagian otak.
"Kalau kita lihat dari organ dalamnya, terutama bagian otak."
"Otak pada anak yang mengalami stunting ini tidak terbentui dengan baik dan optimal." kata dr Reisa.
Adapun dampak stunting ini akan memperlambat perkembangan otak dan pada jangka panjangnya ketika masa sekolah hingga bekerjanya.
Seperti, dapat menjadikan anak tersebut mengalami keterbelakangan mental, rendahnya kemampuan belajar anak, bahkan dapat mengakibatkan penyakit kronis yang tidak menular, diabetes.
Sebagai informasi, menurut data stunting di Indonesia pada tahun 2022 ini sebesar 21,6 persen, hal itu pun turun dari tahun 2021 yang sebanyak 24,4 persen.
Sementara itu, data SSGI tahun 2022 menunjukkan stunting ini terjadi saat sebelum lahir dan meningkat 1,6 kali pada rentan 6-11 bulan, kemudian 13,8 persen dari 12-23 bulan sebesar 22,4 persen.
(Tribunnews.com/Pondra Puger)