News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Mengetahui Makanan Ultra Proses dan Dampaknya Bagi Kesehatan

Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Willem Jonata
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Belakangan, ramai perbincangan istilah ultra proceesed food atau makanan ultra proses. 

Apa sih makanan ultra proses itu, dan apa pula dampaknya bagi kesehatan? 

Terkait hal ini, ahli gizi masyarakat DR. dr. Tan Shot Yen, M.Hum pun beri penjelasan. 
 
Makanan ultra proses adalah suatu produk industri atau sering dilihat sebagai makanan kemasan. 

Baca juga: Pemberian Makanan Tambahan Berbahan Pangan Lokal Menjadi Upaya Dalam Pencegahan Stunting

"Produk industri ini mempunyai penambahan food additvites. Biasanya disebut gula, garam, lemak, perisa, penguat, pengawet dan lain-lain,"ungkapnya pada acara Vodcast : Waktu Indonesia Berencana (WIB) pada kanal YouTube BKKBN Official, Senin (22/5/2023).

Makanan ultra proses bisa ditemukan pada produk kemasan seperti permen, snack, minuman bersoda dan sebagainya.

Saat ini, tidak kaget melihat produk ini dibutuhkan sehari-hari. 

Padahal, penyakit ini bisa menjadi pencetus dari beragam gangguan kesehatan.  

Pertama, menjadi pencetus obesitas. 

Kedua, bisa jadi pencetus gangguan gizi pada anak tumbuh kembang. 

"Jajan dan jajan, tidak lagi makan makanan utamanya, nah ini yang mengerikan," tegasnya. 

Ketiga, makanan ultra proses menjadi pencetus dari penyakit tidak menular, di antaranya seperti diabetes, hipertensi dan masih banyak lagi. 

Lebih lanjut, makanan ini, kata dr Tan dirancang mudah didapat, praktis, dan ekonomis.

"Dirancang untuk menciptakan kecanduan. Hati-hati bagi para pejabat tinggi kita ya. Kalau pejabat tinggi kita tidak memahami gizi keluarga, maka dianggap menyokong pertumbuhan ekonomi dan industri," kata dr Tan. 

Sayangnya, kecanduan ini juga menyasar pada kelompok masyarakat menengah ke bawah. 

"Karena mereka tidak punya literasi yang cukup," pungkasnya. 
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini