Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Delapan dari 10 orang menderita Neuropati Perifer (NP) tanpa terdiagnosis lebih awal.
Padahal, penyakit kronis kerusakan saraf tepi dengan gejala seperti kebas, kesemutan di tangan dan kaki yang jika terlambat tertangani dapat menjadi permanen.
Oleh karenanya, penting bagi masyarakat untuk melakukan deteksi dini.
Hal ini diungkapkan oleh Project Manager Officer Kesehatan Masyarakat, Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI, Syahrul Effendi P. SKM.M.KKK.
“Pentingnya kampanye edukasi masyarakat dan deteksi dini adalah cara yang paling efektif dan efisien untuk mengendalikan faktor risiko," ungkapnya pada konferensi pers Neuropathy Awareness Week 2023 di Jakarta, Minggu (11/6/2023).
Terlebih lagi, kata Syahrul, saat ini Indonesia telah memasuki puncak bonus demografi.
Baca juga: Mengetahui Gejala Neuropati dan Orang yang Berisiko Mengalaminya
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil( Dukcapil ) pada 2022, Indonesia didominasi oleh masyarakat produktif.
Yaitu berusia 15-64 tahun sebanyak 190,83 juta jiwa atau 69,3 persen.
Namun, dengan adanya gangguan neuropati di tengah masyarakat maka puncak bonus demografi ini dapat terganggu.
Menurut Syahrul, ada beberapa faktor yang meningkatkan potensi usia produktif alami neuropati.
Di antaranya seperti gaya hidup dan aktivitas dengan gerakan berulang.
Lalu karena paparan bahan kimia akibat polutan ditempat kerja maupun di tempat umum.
"Hal Ini dapat meningkatkan potensi neuropati. Apabila tidak ditangani sejak dini, akan menimbulkan masalah serius dan mengganggu produktifitas penderitanya," tegas Syahrul.
Oleh karena itu, dalam rangka memperingati Neuropathy Awareness Week 2023, P&G Health Indonesia melalui brand Neurobion, melanjutkan edukasi mengenai neuropati.