]Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dunia medis kini mengalami perubahan paradigma.
Penggunaan pendekatan molekular terbukti memberikan kontribusi yang signifikan dalam aplikasi klinis.
Dengan terintegrasinya teknologi biomolekuler, pengobatan konvensional “one size fits all” menjadi kurang relevan diterapkan karena kurang efisien dalam mengobati pasien.
Teknologi biomolekuler membuka tabir baru dalam pendekatan precision medicine dan memberikan pemahaman akan profil pasien dengan lebih komprehensif, sehingga regimen pengobatan yang disusun menjadi lebih terpersonalisasi.
Baca juga: Jendela Waktu Jadi Hal Krusial untuk Proses Terapi Pasien Kanker Payudara
Precision medicine merupakan pendekatan inovatif memaksimalkan usaha pengobatan dan pencegahan penyakit dengan memperhitungkan keragaman spesifik individu meliputi gen, lingkungan, dan gaya hidup.
Tujuan precision medicine ini untuk menentukan penanganan yang paling efektif dan sesuai dengan kondisi pasien sehingga dapat memaksimalkan pengobatan dan meminimalisir adanya risiko efek samping.
Seiring dengan perkembangan tren tersebut, kebutuhan akan pemeriksaan genomik menjadi sebuah keniscayaan.
Lantas, apa itu pemeriksaan genomik dan apa bedanya dengan pemeriksaan genetik?
Dokter bedah onkologi yang juga seorang peneliti genomik di SJH Initiatives, Dr. dr. Samuel J. Haryono, Sp.B.Onk(K), menjelaskan bahwa istilah pemeriksaan genetik umumnya dikaitkan dengan sifat-sifat yang diturunkan.
Gen adalah materi genetik yang terdiri atas utas DNA yang menentukan sifat suatu individu.
Adanya perubahan pada susunan basa nukleotida mampu memberikan dampak negatif atau menyebabkan penyakit. Pemeriksaan genetik dapat dilakukan untuk melihat risiko kumulatif yang dapat diwariskan, maupun untuk mendukung diagnosis pada kondisi yang dialami.
Dua contoh gen yang berkaitan erat dengan kanker payudara dan kanker ovarium yang bersifat herediter adalah Breast Cancer 1 (BRCA1) dan Breast Cancer 2 (BRCA2). Seorang wanita dengan mutasi pada gen BRCA1 memiliki risiko 60-90 persen untuk mengalami kanker payudara dan risiko 40-60 persen terjangkit kanker ovarium.
Angelina Jolie, seorang aktris kenamaan yang pada 2013 menjalani bilateral risk reducing mastectomy (BRRM) atau pengangkatan kedua payudara sebagai langkah antisipatif karena diketahui mewarisi mutasi patogenik BRCA1.