Selain dikelompokkan berdasarkan teknologi yang digunakan, pemeriksaan genomik juga bisa dikelompokkan berdasarkan tujuan pemeriksaan tersebut dilakukan.
Secara umum, pengelompokan pemeriksaan genomik berdasarkan tujuan pemeriksaan dibagi menjadi 2, yakni screening test dan diagnostic test.
Kapan Perlu Melakukan Pemeriksaan Genomik?
Pemeriksaan genomik bisa dilakukan atas permintaan pasien, maupun rekomendasi tenaga kesehatan, seperti dokter onkologi atau bedah onkologi. Pasien sebagai pemegang otoritas mutlak, punya hak untuk mengambil keputusan terkait tes genomik.
“Mereka (pasien) memiliki hak untuk memeriksa tes genomik berdasarkan alasan personal, kekhawatiran, riwayat keluarga, dan kepercayaan,” kata dr. Samuel.
Selain itu, dokter onkologi maupun bedah onkologi sebagai penanggung jawab medis pasien kanker juga dapat merekomendasikan pemeriksaan genomik jika secara medis memang diperlukan oleh pasien berdasarkan guideline yang berlaku dan dengan mempertimbangkan risiko setiap individu pasien.
Baca juga: Kanker Payudara Kini Ditemukan pada Usia Muda, Dokter Ungkap Faktor Penyebabnya
Dalam proses mempersiapkan pemeriksaan genomik, pasien sangat disarankan mendapat pendampingan dari seorang genetic counselor. Profesi ini memiliki keahlian di bidang tes genetik, analisis risiko, dan konseling untuk pasien.
Mereka dapat membantu pasien mulai dari pengisian informed consent hingga penyampaian hasil tes.
Jadi, perlukah melakukan pemeriksaan genomik yang sifatnya prediktif?
“Perlu, tes prediktif ini mampu memberikan informasi tentang kondisi pasien. Selain itu, mendidik dan nggak mahal. Tapi ada syaratnya, harus didampingi genetic counselor supaya dampak dari tes yang ditempuh dan hasil interpretasi dapat dimengerti dengan baik,” ujar dr. Samuel.