News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kanker Dikhawatirkan Jadi Ancaman Indonesia Emas 2045, Multidisplin Onkologi Pegang Peran Penting

Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Anita K Wardhani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dokter Konsultan Hematologi Oncology dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof. Dr. Dr. dr. Ikhwan Rinaldi, Sp.PD-KHOM, M. Epid, M.Pd.Ked, FINASIM, FACP, FINASIM dalam acara pengukuhannya sebagai Guru Besar FKUI di Aula FKUI Jakarta pada Sabtu (14/10/2023).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Angka kejadian dan kematian akibat kanker terus meningkat secara global, termasuk Indonesia.

Kondisi ini dikhawatirkan dapat menjadi ancaman Indonesia Emas tahun 2045.

Hal itu disampaikan, Dokter Konsultan Hematologi Oncology dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof. Dr. Dr. dr. Ikhwan Rinaldi, Sp.PD-KHOM, M. Epid, M.Pd.Ked, FINASIM, FACP, FINASIM dalam acara pengukuhannya sebagai Guru Besar FKUI di Aula FKUI Jakarta pada Sabtu (14/10/2023).

Baca juga: PEC Gelar Seminar Cegah Kanker dengan Preventive Medicine

Ia memaparkan, kanker sebenarnya bisa dicegah sejak dini.

Namun sayangnya, pasien sering kali terlambat dalam menerima pemeriksaan dan baru datang berobat saat stadium lanjut.

Ada sejumlah faktor yang menyebabkan hal demikian.

Mulai dari faktor pendidikan yang kurang, rendahnya pendapatan, jauhnya jarak ke tempat pelayanan kesehatan, penggunaan terapi komplementer dan alternatif, serta rendahnya cakupan deteksi dini kanker menjadi faktor besar keterlambatan layanan kesehatan yang didapat pasien.

Keterlambatan penanganan kanker tidak hanya berdampak pada kualitas hidup pasien, namun juga berdampak pada biaya pelayanan kesehatan.

"Bila kanker tidak ditangani secara komprehensif, kanker dapat menjadi ancaman bagi Indonesia yang akan mencapai puncak bonus demografi pada tahun 2045, bersamaan dengan Indonesia berusia tepat 100 tahun atau disebut sebagai Indonesia Emas 2045," ungkap dia.

Dokter Ikhwan mengatakan, peningkatan biaya berkaitan dengan pilihan pengobatan pada pasien dengan stadium lanjut.

Obat-obat yang diterima bukan lagi dalam golongan kemoterapi, namun sudah menggunakan golongan obat baru seperti terapi target dan imunoterapi yang memerlukan pemeriksaan molekular khusus (kedokteran presisi) dengan biaya yang tidak sedikit.

Ditambahkannya, hampir sepertiga hingga setengah kanker di Indonesia dapat dicegah apabila masyarakat mendapat pemahaman yang baik mengenai faktor risiko kanker dan perkembangan intervensi pencegahan kanker.

Terkait hal ini, WHO merekomendasikan setiap negara agar memiliki rencana pengendalian kanker nasional yang berfokus pada equity dan akses dan mencakup aspek pencegahan, skrining, diagnosis, pengobatan, survivorship, serta perawatan paliatif.

"Rekomendasi ini dapat dilaksanakan melalui pusat komprehensif kanker. Pusat kanker komprehensif merupakan pusat kekuatan rencana pengendalian kanker nasional dan bertugas untuk mengembangkan pendekatan inovatif dalam pencegahan, diagnosis, dan pengobatan kanker," ungkap dia.

Misi utama dari pusat kanker komprehensif adalah mengurangi insidens kanker dan meningkatkan kualitas hidup serta tingkat kelangsungan hidup.

Terdapat tiga area utama dalam perawatan kanker: penelitian, perawatan klinis, dan pendidikan.

Dalam perawatan klinis, pasien kanker memerlukan perawatan multidisiplin untuk mencapai hasil yang optimal.

"Perawatan multidisiplin memerlukan peran para klinisi yang tergabung dalam tim multidisiplin onkologi untuk berpartisipasi langsung dalam perawatan pasien," tutur dia.

Nantinya, tim onkologi akan mengadakan pertemuan rutin yang bisa disebut sebagai tumor board meeting untuk mendiskusikan pilihan diagnostik dan/atau terapeutik serta penanganan terbaik untuk setiap pasien.

Pembentukan tim multidisiplin onkologi yang dapat menjalankan perannya dengan baik tidak terlepas dari pendidikan interprofesional yang membentuk profesional kesehatan dengan keahlian sesuai bidangnya dan mampu berkolaborasi dengan ahli dari bidang lain.

Berdasar tinjauan Best Medical Education (BEME), pengembangan fakultas, penyiapan fasilitator, refleksi terhadap praktik peserta didik, serta pedagogi berperan penting dalam pembelajaran interprofessional.

WHO juga merekomendasikan layanan primer dapat melakukan pengendalian kanker melalui pencegahan, skrining, survivorship, serta perawatan paliatif. Integrasi antara pusat kanker komprehensif dan layanan primer dapat meningkatkan kualitas layanan kanker.

Mahasiswa fakultas kedokteran yang nantinya akan menjadi dokter umum yang bekerja di layanan primer dan residen spesialis penyakit dalam serta residen disiplin lain yang berhubungan dengan pelayanan kanker harus bersiap-siap dengan kompetensi yang paripurna menghadapi tantangan beban kanker di masa depan.

Agar dapat memastikan peserta didik memiliki kompetensi yang cukup, diperlukan instrumen assessment yang memadai.

Entrustable professional activity / EPA (aktivitas profesional yang dipercayakan) merupakan instrumen yang dapat digunakan untuk menilai kompetensi peserta didik.

"Peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan di bidang onkologi melalui penerapan EPA dapat membentuk lulusan yang siap menerapkan upaya preventif, promotif, survivorship, dan paliatif dalam penanganan komprehensif kanker di berbagai tingkat layanan, termasuk di layanan primer," terang Dokter Ikhwan.

Data GLOBOCAN 2020 memperkirakan adanya 19,3 juta kasus kanker baru dan hampir 10 juta kematian akibat kanker pada tahun 2020.

Berbagai penelitian juga menunjukkan adanya peningkatan tren kanker awitan dini atau kanker yang terjadi pada usia <50 tahun.

Meningkatnya angka harapan hidup dan berbagai faktor risiko terkait transisi gaya hidup seperti merokok dan pola diet mungkin berkontribusi pada peningkatan beban kanker ini.


Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini