Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Judicial review atau hak uji materi Undang-undang Kesehatan No 17 Tahun 2023 harus dilakukan.
Hal ini diungkapkan oleh Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dr Iqbal Mochtar.
Baca juga: MK Gelar Sidang Perdana Gugatan Uji Formil UU Kesehatan yang Diajukan 5 Organisasi Profesi
Hal ini dikarenakan ada pandangan atau narasi yang menyebutkan tidak ada gunanya mengajukan judicial review.
"Jadi ini merupakan pandangan pesimis yang boleh jadi narasi. Tetapi menurut saya judicial review merupakan keniscayaan, sesuatu yang harus kita lakukan," ungkapnya pada Forum Komunikasi Ikatan Dokter Indonesia secara daring, Minggu (15/10/2023).
Menurutnya, terlepas hasilnya bagus atau tidak, setidaknya sudah berusaha semaksimal mungkin dengan judicial review ini.
Baca juga: Pemerintah Diminta Pisahkan Pembahasan RPP Produk Tembakau dari UU Kesehatan
"Teritori kita adalah berupaya semaksimal mungkin agar gagasan kita angkat bisa alamatkan secara baik," tegasnya.
Sebagai informasi, UU Kesehatan No 17 Tahun 2023 sudah disahkan oleh DPR pada 11 Juli.
Namun, kata dr Iqbal UU Kesehatan masih diterpa isu penolakan yang masih hangat dan diperhitungkan.
Penolakan ini termasuk dari lima organisasi profesi kesehatan.
Yaitu IDI (Ikatan Dokter Indonesia), PDGI (Persatuan Dokter Gigi Indonesia), PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia), IAI (Ikatan Apoteker Indonesia), dan IBI (Ikatan Bidan Indonesia).
Judicial review kata dr Iqbal merupakan langkah yang perlu dilakukan untuk memastikan UU ini tidak berbenturan dengan institusi atau hukum berlaku.
"Jangan kita merasa ini dilakoni oleh pemerintah dan DPR kita tidak akan ada gunanya judicial review. Keputusan tidak terduga bisa saja terjadi," tambahnya.
Lebih lanjut, dr Iqbal mengatakan jika banyak isu krusial yang bisa diangkat sebagai judicial review.