Enam Rekomendasi PB IDI Saat Kasus Monkeypox Meningkat, Skrining hingga Perluasan Edukasi Hindari Penularan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyakit cacar monyet atau Monkeypox baru-baru ini kembali jadi sorotan.
Hal ini dikarenakan kasus Monkeypox mulai menunjukkan tren kenaikan di Indonesia.
Baca juga: Waspadai Cacar Monyet, Dinkes Cimahi Lakukan Sosialisasi ke Masyarakat soal Bahaya Monkeypox
Penyakit yang mirip dengan cacar ini disebabkan oleh virus yang ditularkan dari hewan ke manusia dan dapat menimbulkan gejala ringan hingga berat.
Terkait hal ini, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) berikan enam rekomendasi lanjutan.
Pertama, diperlukan penyebaran edukasi secara luas kepada masyarakat umum tentang infeksi Monkeypox.
Terutama cara penularan, pencegahan dan deteksi dini.
Baca juga: Kasus Monkeypox Terus Bertambah, Akankah Jadi KLB? Begini Kata Kemenkes
Hal ini dikarenakan masih banyak masyarakat yang belum mengetahui terkait penyakit ini.
"Banyak masyarakat yang belum terinformasi dengan baik mengenai apa itu Monkeypox," ungkap Ketua Satgas MPox IDI Dr Hanny Nilasari, Sp DVE,
Kedua, hindari kontak fisik dengan pasien terduga Monkeypox.
Tidak menggunakan barang bersama misalnya handuk yang belum dicuci, pakaian yang belum dicuci
Atau berbagi tempat tidur , alat mandi dan perlengkapan tidur seperti sprei, bantal, dan lainnya.
"Lebih dari 90 persen penularan melalui kontak erat dan terutama kontak seksual," jelas dr Hanny.
Ketiga, untuk populasi risiko tinggi seperti memiliki multipartner, dan kondisi imunokompromais (autoimun, penyakit kronis lainnya) sedapat mungkin hindari perilaku yang berisiko.
Hubungan seksual harus dilakukan dengan aman menggunakan kondom serta lakukan vaksinasi.
Keempat, kepada masyarakat umum, terlebih bagi populasi diatas, dianjurkan untuk segera mengunjungi dokter apabila muncul gejala lesi kulit yang tidak khas dan didahului demam.
Kelima, jika ada kasus terduga Monkeypox, perlu dilakukan skrining atau pemeriksaan awal.
Di antaranya berupa wawancara tentang perkembangan penyakit (anamnesis), pemeriksaan lesi kulit dan organ-organ secara detail dan lengkap (PF).
Serta pemeriksaan swab yakni pemeriksaan lab khusus dengan mengambil cairan dari lenting, keropeng dan kelainan kulit.
Keenam, penyediaan obat antivirus dan vaksin didesentralisasi di Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota
"Ditunjuk dengan alur permintaan sesuai dengan yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan dan diberikan atas indikasi serta skala prioritas," tutupnya.