Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Osteoporosis sering disebut sebagai silent disease karena keberadaannya kerap kali tidak disadari.
Terkadang, osteoporosis baru diketahui setelah seseorang mengalami patah tulang.
Hal ini diungkapkan oleh dokter spesialis ortopedi konsultan hip & knee adult reconstruction, trauma, and sports dari RS Pondok Indah dr. Yoshi Pratama Djaja, Sp.OT (K) di Jakarta, Senin (30/10/2023).
"Jadi memang dikenal sebagai sillent disease. Karena dia tidak ada gejala, sama sekali tidak ada gejala," ungkapnya pada media briefing di Jakarta, Senin (30/10/2023).
Baca juga: 4 Sumber Asupan untuk Cegah Osteoporosis, Ayo Mulai Konsumsi dari Sekarang!
Bahkan, kadang-kadang pada usia 50 tahun, pasien yang ternyata osteoporosis terlihat beraktivitas normal.
Meski tanpa gejala, ternyata tulangnya lambat laun sudah mulai keropos.
"Dan tadi, sudah mungkin baru mulai muncul gejala, kalau dia tiba-tiba dia kepleset atau jatuh. Terus gejalanya sendiri adalah patah," jelas Yoshi.
Sehingga, osteoporosis tidak akan ada muncul gejala sampai terjadinya komplikasi.
Selain itu, alasan lain kenapa disebut dengan silent disease adalah karena terkadang tidak terlihat meski telah di-rontgen.
"Dan biasanya kalau di rontgen pun, pasiennya rutin rontgen, tidak akan kelihatan," kata dr Yoshi lagi.
Osteoporosis baru terlihat kalau derajatnya sudah parah.
Oleh karena itu, ia pun menganjurkan untuk melakukan scanning supaya osteoporosis dapat diketahui.
Lantas kapan seseorang harus melakukan scanning?
Terkait hal ini, dr Yoshi pun beri penjelasan.
Idealnya, perlu dilakukan scanning rutin jika punya faktor risiko.
"Seperti orangtua dulu punya riwayat patah tulang di usia 60-70 tahun. Jadi, di usia 50 tahunan, cek saja," kata dr Yoshi.
Namun kalau tidak ada riwayat keluarga atau faktor risiko, minimal pada perempuan lakukan pengecekan di usia 65 tahun.
Sedangkan pada laki-laki, dianjurkan melakukan pengecekan di usia 70 tahun setiap tahunnya.