Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan kelahiran prematur dapat berdampak serius pada kesehatan bayi, termasuk stunting.
Mengacu pada Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, prevalensi BBLR di Indonesia sebesar 6,0 persen.
Baca juga: Bayi Berat Badan Lahir Rendah Berisiko Hipertensi dan Diabetes saat Dewasa
Selain itu, berdasarkan estimasi WHO dan UNICEF, prevalensi prematur di Indonesia sekitar 10 persen.
Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak dr. Lovely Daisy menyampaikan pencegahan kelahiran prematur dan bayi BBLR merupakan bagian dari pencegahan stunting.
Berdasarkan SSGI 2022, salah satu faktor terjadinya stunting pada bayi usia 0-11 bulan adalah bayi BBLR, prematuritas dan penyakit infeksi.
Karenanya, kata dr Lovely, pencegahan kelahiran prematur perlu dilakukan.
Baca juga: Capres Gencar Bahas Stunting, Mana yang Lebih Efektif? Begini Kata BKKBN
“Kita ingin menurunkan stunting melalui pencegahan bayi lahir prematur, jadi kalau sudah mengobati itu akan butuh waktu lama, biaya mahal dan hasilnya tidak optimal,” kata dr. Lovely dalam website resmi Kemenkes, (16/12/2023).
Bayi prematur adalah bayi yang lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu.
Umumnya, bayi prematur di Indonesia memiliki berat lebih kecil dari yang seharusnya atau yang disebut dengan Kecil Masa Kehamilan (KMK).
Tidak hanya berukuran kecil, bayi prematur terlahir dengan fungsi organ yang belum sempurna sehingga membutuhkan perhatian khusus seperti perawatan intensif.
Dr. Lovely melanjutkan, hal yang sangat perlu dilakukan adalah deteksi dini.
Bahkan, deteksi dini ini perlu dilakukan sebelum hamil untuk menghindari ibu hamil dengan berbagai faktor risiko serta mencegah BBLR dan stunting pada bayi.
dr. Lovely menjelaskan pencegahan BBLR dan stunting juga perlu dilakukan melalui intervensi sebelum hamil dan ketika hamil.