TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wabah pneumonia misterius yang muncul di China dan kini mulai meluas di negeri itu memicu kehawatiran sejumlah negara termasuk Indonesia.
Menurut Kementerian Kesehatan RI, pneumonia merupakan penyebab 14,5 persen kematian pada bayi dan 5 persen kematian pada anak usia di bawah lima tahun.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dikutip Kompas.com menyampaikan, wabah pneumonia yang menyerang banyak anak di China merupakan virus yang sudah ada sebelumnya.
Wabah tersebut bukan berasal dari virus maupun bakteri yang baru. Virus lama tersebut kembali hidup karena faktor lingkungan di China.
"Kita sudah mengeluarkan surat edaran, WHO juga sudah meneliti. Hasilnya, patogen-patogen yang ada di China adalah patogen yang sebelumnya sudah ada. Jadi bukan virus atau bakteri baru, tapi ini virus dan bakteri lama," ujar Menkes Budi kepada awak media di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (29/11/2023).
Menkes menegaskan, karena bukan virus baru, obat penangkal virus pun sudah ada. Begitu pula cara mendeteksi virus tersebut.
Budi mengatakan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah memberikan petunjuk agar memperketat surveilance agar lonjakan kasus pneumonia tidak terjadi.
WHO sudah menerbitkan laporan bahwa telah terjadi peningkatan kasus undiagnosed pneumonia yang menyerang anak-anak di China Utara melalui publikasi di ProMed pada 22 November 2023.
Berdasarkan keterangan WHO, otoritas kesehatan Tiongkok melaporkan bahwa peningkatan kasus terjadi diantaranya akibat Mycoplasma pneumoniae.
Ini adalah infeksi bakteri umum pada pernapasan yang banyak menyerang anak-anak, sejak Mei 2023.
Selain di China, wabah pneumonia anak juga mulai terdeteksi di Eropa, khususnya Denmark dan Belanda.
Baca juga: Waspada! Risiko Pneumonia Meningkat di Usia Dewasa hingga Lanjut Usia
Menyikapi penyebaran wabah pneumonia di dunia, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit telah mengeluarkan Surat Edaran No. PM.03.01/C/4732/2023 mengenai Kewaspadaan Terhadap Kejadian Mycoplasma pneumonia di Indonesia.
Surat edaran ini memerintahkan seluruh instansi terkait untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap Mycoplasma pneumoniae di Indonesia.
Pneumonia merupakan peradangan pada paru yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus dan jamur.
Bakteri penyebab pneumonia antara lain, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Mycoplasma pneumoniae, Chlamydophila pneumoniae, dan Legionella pneumophila.
Baca juga: Pneumonia Dijuluki Sillent Killer Pada Balita, Dokter Ungkap Alasan Penyakit Ini Bisa Picu Kematian
Sedangkan, virus penyebab pneumonia antara lain respiratory syncytial virus (RSV), influenza (flu), parainfluenza, dan adenovirus.
Sementara jamur penyebab pneumonia diantaranya Candida Aspergillus dan Pneumocystis jiroveci.
Tingkatkan Kewaspadaan jika Bepergian ke Luar Negeri
Mengutip situs Sehat Negeriku Kemenkes RI, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, dr. Imran Pambudi mengatakan, mengantisipasi penularan pneumonia seperti yang merebak di China masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan diri terlebih bila melakukan perjalanan ke luar negeri.
“Masyarakat tetap tenang, jangan panik,” kata dr. Imran.
Pneumonia di Tiongkok mulai merebak sejak November 2023. Selain Tiongkok, penyakit radang paru-paru ini juga dilaporkan terjadi di Eropa. Penularan penyakit ini didominasi pada anak-anak.
Dokter Imran mengatakan, pneumonia yang saat ini merebak di Tiongkok pada prinsipnya sama dengan pneumonia yang terjadi di masyarakat, yakni disebabkan oleh infeksi bakteri.
Hanya saja, berdasarkan laporan epidemiologi, kebanyakan kasus pneumonia di sana disebabkan oleh mycoplasma pneumoniae.
Mycoplasma merupakan bakteri penyebab umum infeksi pernapasan (respiratory) sebelum Covid-19.
Bakteri ini diketahui memiliki masa inkubasi yang panjang. Karena itu, penyebarannya tidak secepat virus penyebab pandemi Covid-19, sehingga tingkat fatalitasnya rendah.
Kendati demikian, Kementerian Kesehatan sudah melakukan berbagai upaya mitigasi untuk mengantisipasi merebaknya mycoplasma pneumonia di Indonesia.
Salah satunya, menerbitkan Surat Edaran Nomor : PM.03.01/C/4732/2023 tentang Kewaspadaan Terhadap Kejadian Mycoplasma Pneumonia di Indonesia.
Surat Edaran yang ditandatangani Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Maxi Rein Rondonuwu pada 27 November 2023 memuat sejumlah langkah antisipasi yang harus dilakukan oleh seluruh jajaran kesehatan dalam menghadapi penyebaran mycoplasma pneumonia di Indonesia.
Melalui surat edaran tersebut, Kemenkes juga telah mendorong fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) dan pintu masuk negara untuk aktif pelaporan temuan kasus pneumonia melalui saluran yang disediakan.
Yakni Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon Event Based Surveillance (SKDREBS)/Surveilans Berbasis Kejadian (SBK) maupun ke PHEOC.
“Kami mengimbau kepada Dinas Kesehatan, rumah sakit maupun pintu masuk negara agar segera melaporkan apabila ada indikasi kasus yang mengarah pada pneumonia,” terangnya.
Upaya mitigasi, lanjut dr. Imran, tidak bisa dilakukan pemerintah sendiri, melainkan harus dibarengi dengan komitmen seluruh masyarakat agar pengendalian pneumonia lebih optimal.
Pendapat dokter spesialis penyakit dalam
Dokter spesialis penyakit dalam dr. Dirga Sakti Rambe, M.Sc., Sp.PD. mengatakan, pneumonia dapat disebabkan oleh infeksi lebih dari satu kuman/patogen pada saat bersamaan, baik bakteri, virus, maupun jamur.
Infeksi tersebut terjadi di paru-paru dan meluas, menyebabkan penumpukan cairan dan hambatan aliran udara, sehingga menyulitkan proses pernapasan.
Pada kondisi ini, bernapas akan terasa berat dan membuat sesak.
Tentu saja kondisi ini tidak boleh dianggap remeh, terutama apabila dialami oleh anak-anak.
Untuk itu, sangat penting bagi orang tua menyadari bahaya dan risiko Pneumonia yang sampai dapat menyebabkan kematian. Penting sekali untuk melakukan upaya pencegahan sedini mungkin.”
UNICEF mencatat satu anak meninggal akibat pneumonia setiap 43 detik di seluruh dunia, menjadikannya penyebab utama kematian bayi dan anak - lebih banyak dari AIDS, malaria, dan campak sekaligus.
Sementara di Indonesia, pneumonia adalah penyebab 14,5% kematian pada bayi dan 5% kematian pada anak usia di bawah lima tahun. Meskipun mematikan, pneumonia merupakan salah satu penyakit yang bisa dicegah dan diobati.
“Pneumonia yang umumnya disebabkan bakteri Streptococcus pneumoniae dapat dicegah melalui vaksinasi pneumococcal conjugate vaccines atau PCV," ungkap dr Dirga.
Dia mengatakan, vaksin PCV dapat diberikan pada anak usia di bawah 1 tahun dengan dosis 3 kali, yaitu pada usia 2, 4 dan 6 bulan.
Selain pada anak-anak, vaksinasi PCV juga termasuk dalam rekomendasi imunisasi dewasa oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI).
"Vaksinasi PCV direkomendasikan untuk semua anak dan orang dewasa untuk melindungi masyarakat Indonesia dari Pneumonia,” kata dr. Dirga.
Di Indonesia, vaksin PCV13 melindungi dari 13 serotipe pneumokokus, dan dengan perkembangan teknologi terbaru, kini telah tersedia vaksin PCV15 yang memberikan perlindungan tambahan untuk dua serotipe pneumokokus.
Vaksin PCV15 mampu melindungi dari 15 serotipe pneumokokus, dan telah mendapatkan izin edar dari Badan POM untuk digunakan di seluruh wilayah Indonesia.
Selain mencegah pneumonia, pemberian vaksinasi PCV juga dapat mencegah penyakit lainnya, seperti radang selaput otak (meningitis), infeksi darah (bakteremia) dan radang telinga (otitis) yang disebabkan oleh bakteri pneumokokus.
“Selain vaksinasi, masyarakat juga perlu melakukan langkah pencegahan pneumonia dengan menerapkan perilaku hidup bersih sehat," kata dr Dirga.
diantaranya cuci tangan dengan teratur, membersihkan dan mendesinfeksi permukaan yang sering disentuh, menutup mulut dan hidung saat batuk serta tidak merokok.
"Perlu juga membatasi kontak dengan asap rokok, serta lebih menjaga kesehatan bagi orang yang imunitasnya lemah,” ungkap dr. Dirga.