Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Glaukoma merupakan penyebab kedua kebutaan di Indonesia setelah katarak.
Di sisi lain, angka kejadian glaukoma akan terus meningkat.
Hal ini diungkapkan oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Dr. Eva Susanti.
"Angka kejadian glaukoma diperkirakan meningkat seiring dengan peningkatan harapan hidup masyarakat Indonesia," ungkap Eva pada laman resmi Kementerian Kesehatan dilansir, Rabu (27/3/2024).
Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO memperkirakan 57,5 juta orang di seluruh dunia terkena glaukoma.
Setidaknya 50 persen orang (penderita glaukoma) di negara maju tidak menyadari menderita glaukoma.
"Dan jumlah ini dapat meningkat menjadi 90 persen di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia,” ungkap Eva.
Glaukoma adalah kerusakan pada saraf mata akibat tingginya tekanan di dalam bola mata.
Namun berbeda dengan katarak, kebutaan yang disebabkan oleh glaukoma bersifat permanen dan tidak dapat diperbaiki.
Karena itu, sosialisasi dan edukasi pada masyarakat yang diikuti dengan deteksi dini penemuan glaukoma sangat penting.
Sebab, semakin dini glaukoma ditemukan dan diikuti tindak lanjut yang tepat, semakin penderita akan terhindar dari kebutaan.
Lebih lanjut, Eva pun menekankan pentingnya melakukan pemeriksaan mata secara teratur agar glaukoma dapat dideteksi sedini mungkin.
Bila ditemukan tanda atau gejala maka dapat ditindaklanjuti dengan pengobatan yang tepat.
“Secara ideal sumber daya yang berkualitas harus bebas gangguan panca Indera termasuk bebas dari gangguan penglihatan dan kebutaan. Karenanya, penanggulangan gangguan penglihatan perlu mendapatkan perhatian," tutup Eva.