TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 sebagai aturan turunan dari UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Dikutip dari laman Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin menuturkan terbitnya PP ini untuk menjadi penguat bagi pemerintah untuk membangun kembali sistem kesehatan yang tangguh di Indonesia.
"Kami menyambut baik terbitnya peraturan ini, yang menjadi pijakan kita untuk bersama-sama mereformasi dan membangun sistem kesehatan sampai ke pelosok negeri," kata Budi pada Senin (29/7/2024).
Adapun ada beberapa pasal yang diatur dalam PP tersebut seperti dilarangnya penjualan rokok eceran hingga pelarangan iklan makanan olahan yang mengandung gula tinggi. Berikut penjelasannya.
Larang Jual Rokok secara Eceran
Salah satu pasal yang tertuang dalam PP tersebut adalah pelarangan warga untuk menjual rokok secara eceran per batang.
Namun, penjualan secara eceran masih diperbolehkan untuk cerutu dan rokok elektronik.
Baca juga: Jutaan Anak Indonesia Kecanduan Rokok, Pemerintah Didesak Segera Sahkan RPP Kesehatan
Adapun aturan tersebut tercantum dalam Pasal 434 ayat 1 poin c yang berbunyi:
Pasal 434
(1) Setiap orang dilarang menjual produk tembakau dan rokok elektronik:
a. Menggunakan mesin layan diri;
b. kepada setiap orang di bawah usia 21 (dua puluh satu) tahun dan perempuan hamil;
c. secara eceran satuan per batang, kecuali bagi produk tembakau berupa cerutu dan rokok elektronik;
Tak cuma mengatur penjualan, tertuang pula pasal di mana penjual dilarang menempatkan rokok atau produk tembakau lainnya di tempat yang kerap dilalui warga.
Selain itu, penjual dilarang menjual rokok dengan radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak.
Adapun dua aturan di atas tertuang dalam Pasal 434 ayat 1 poin d dan e.
Larang Iklan Makanan Olahan yang Mengandung Gula Tinggi
Pemerintah lewat PP ini juga melarang adanya iklan pada makanan olahan yang melebihi ketentuan batas maksimum kandungan gula, garam, dan lemak.
Adapun adanya aturan ini demi memaksimalkan upaya pemerintah terkait pembatasan kandungan gula, garam, dan lemak di pangan olahan maupun siap saji.
Tak hanya iklan, pemerintah juga melarang adanya promosi dan sponsor dari pangan olahan dalam suatu acara ketika memiliki kandungan gula, garam, dan lemak melebihi batas.
"Menetapkan ketentuan pelarangan iklan, promosi, dan sponsor pada pangan olahan termasuk olahan siap saji," demikian bunyi Pasal 200 huruf b di PP Kesehatan tersebut.
Baca juga: Wacana Pedagang Rokok Dilarang Jualan di Jarak 200 Meter dari Sekolah Dinilai Tak Efektif
Lewat aturan itu pula, setiap orang atau pelaku usaha yang memproduksi, mengimpor, hingga mengedarkan pangan olahan wajib mencantumkan label kandungan di dalamnya.
Apabila melanggar, maka para pelaku usaha bakal diberi sanksi berupa peringatan tertulis, denda administrasi, hingga yang paling berat yaitu pencabutan izin produksi.
Tak cuma mengatur soal sarana iklan, pemerintah juga berhak mengenakan cukai ke produk pangan olahan termasuk fast food atau makanan siap saji.
Aturan ini tertuang dalam Pasal 194 ayat (4) PP Kesehatan yang berbunyi:
"Pemerintah pusat dapat menetapkan pengenaan cukai terhadap pangan olahan tertentu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan".
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)