News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Atlet Muda Meninggal Mendadak Saat Bertanding, Begini Analisis Dokter Spesialis Jantung

Penulis: Choirul Arifin
Editor: Erik S
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah DR dr M Yamin Sp JP (K), Sp.PD, FACC, FSCAI, FAPHRS dari RS Brawijaya Jakarta.

Dokter Yamin mengatakan, ada upaya pencegahan primer dan pencegahan sekunder. Yang paling penting dilakukan adalah pecegahan sekunder.

"Jika orang sudah memiliki penebalan jantung dan dari hasil pemeriksaan, dokter menemukan irama-irama jantung yang berpotensi memicu serangan jantung, misalnya timbung denyutan abnormal, atau yang bersangkutan merasakan jantung berdebar hampir pingsan, itu harus segera diinvestigasi."

"Jika kejadiannya yang bersangkutan hampir pingsan, itu karena gangguan listrik, kita harus pasang alat. Nah alatnya ini namanya  Implantable cardioverter-defibrillators, singkatannya ICDs," sebutnya.

"ICDs ini memiliki kemampuan mendeteksi irama yang tidak normal pada jantung. Dia juga bisa mendeteksi irama yang normal dan tidak normal."

Baca juga: Tim Medis Saudi Selamatkan Jemaah Haji Indonesia yang Mengalami Henti Jantung 8 Menit

"Jika dalam waktu tertentu irama tidak normal ini berkelanjutan dan mengancam, ICDs akan memberikan terapi ke tubuh untuk meredam potensi terjadi henti jantung," ujarnya.

Untuk tipe yang konvensional, ICDs ditanam di bawah kulit, dengan cara kulit disayat, lalu ditanam. Dia pakai baterai dan pakai kabel. Kabel dan generatornya ditanam di bawah kulit di luar jantung.

"Ini smart device, bisa mendeteksi dan mengenali gejala serangan jantung. Fungsinya mendeteksi dan memberikan terapi," kata dr Yamin.

Dia menambahan, untuk mendeteksi penyakit jantung koroner bisa dilakukan dengan CT scan koroner untuk melihat plak-plak pada jantung yang bisa menjadi bibit serangan jantung di kemudian hari.

*Orang dengan Otot Jantung Tebal Tidak Cocok Jadi Atlet*

Dokter Yamin menegaskan, orang yang memiliki otot jantung yang tebal tidak cocok menjadi atlet olahraga kompetitif. Jika hasil skrining kita mendapati itu, kita pasti akan melarang, karena dia tidak cocok jadi atlet.

"Di luar negeri, mereka yang akan menjadi atlet kompetitif ada protokolnya, diskrining, ditanya apakah ada riwayat serangan jantung di usia muda di keluarganya seperti pada saudara kandungnya. Hal itu mengarah pada kelainan jantung bawaan. Lalu apakah selama ini ada keluhan Jantung."

"Kemudian, dilakukan juga pemeriksaan fisik. Kalau kita curiga kita USG untuk melihat ke dalam seberapa tebal penyumbatan oto jantungnya, atau apakah ada sumbatan katup. Jika ternyata hasil skrining itu dia berisiko tinggi, tidak kita sarankan jadi atlet," ungkap dr Yamin.

Dia menjelaskan, di sebagian negara-negara di Asia, skrining atlet tidak dilakukan secara ketat. "Maka itu sekarang kita kembangkan sport cardilogy," kata dr Yamin.

Sementara itu, bagi orang biasa agar kinerja jantung tetap bagus, dokter Yamin merekomendasikan agar menjalani olahraga dalam seminggu minimal 150 menit. "Itu saran yang sesuai rekomendasi WHO," ujarnya.

Baca juga: Seorang Dokter Birmingham Selamatkan Pria yang Alami Henti Jantung 2 Kali di Pesawat Air India

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini