Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anterior Cruciate Ligament (ACL) atau juga cedera ligamen lutut anterior ini jadi momok menakutkan bagi para atlet.
Dokter spesialis bedah ortopedi konsultan hip and knee, dr. William Chandra, Sp. OT. (K) menerangkan, kondisi tersebut lebih sering dialami atlet, lantaran banyak memiliki gerakan yang sering mengubah arah lutut maupun berhenti secara mendadak.
Baca juga: Prediksi Skor Al Hilal vs Al Ahli di Piala Super Arab Saudi 2024, Menanti Aksi Neymar Pasca-cedera
“ACL bukan karena ditabrak orang atau diselekat. Jadi karena sering bergerak kemudian melambat secara mendadak. Berhenti mendadak saat tengah berlari kencang, melompat dan mendarat yang salah,” kata dia dalam temu media di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
Ia mengatakan, atlet basket sepak bola, tenis maupun bulu tangkis sering mengalaminya lantaran olahraga tersebut melibatkan perubahan arah maupun berhenti secara mendadak.
Dalam Olympiade Paris lalu saja, ratu bulu tangkis dari Spayol Carolina Marlin harus mengubur impiannya bermain di kejuaraan tingkat dunia.
Ia mengalami cedera ACL.
Baca juga: Selamat Tinggal Euro 2024, Malang Nasib Giorgio Scalvini, 2 Pekan Jelang Euro 2024, Cedera Ligamen
Nama-nama pesepak bola dunia seperti Michael Owen juga pernah mengalami hal serupa.
Selain atlet, orang dengan aktivitas fisik yang rutin juga rentan mengalami kondisi tersebut.
Adapun gejala ACL pada masing-masing orang bisa berbeda, karena sangat bergantung sekali dengan derajat keparahannya.
Namun, dr William memaparkan secara umum gejala cedera ACL yang sering dikeluhkan adalah nyeri hebat, bengkak, lutut rasanya tidak stabil, keterbatasan gerak, ada bunyi letupan terdengar pop, jalan menjadi terpincang-pincang, lutut lemas, bengkak dengan cepat dalam 24 jam.
Juga memar atau kulit tampak keunguan dan terasa hangat pada lutut yang mengalami cedera.
“Jika mengalami gejala itu lebih dari satu maka bergegaslah melakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan rontgen dan MRI,” jelas dr William.
Ia menjelaskan, untuk penanganan ACL juga tergantung pada derajat keparahan.
Physiotherapy misalkan diperuntukkan bagi mereka yang mengalami cedera ligamen hanya sebagian atau parsial.
Selain itu, tindakan tersebut juga disarankan kepada pasien yang memang tidak ingin lagi untuk berolahraga lebih lanjut, di mana kebutuhannya hanya berjalan dan kerja tanpa olahraga.
Sementara bagi yang ingin melanjutkan kebiasaan olahraga atau atlet yang ingin melanjutkan karirnya maka penanganannya harus dengan operasi.
“Sebesar 95 persen dari cedera ligamen cukup dilakukan dengan operasi arthroscopy, sehingga tidak membutuhkan operasi sayatan luka besar. Hasilnya optimal pascaoperasi,” kata dia.
Dikutip dari laman RSPI, pasca operasi ACL, pasien tetap perlu menjalani fisioterapi.
Tujuannya adalah untuk mengembalikan kekuatan otot dan pergerakan pasien, agar bisa beraktivitas dengan normal. Lamanya fisioterapi ini berbeda untuk masing-masing orang, tergantung dari keparahan cedera dan kondisinya.
Namun, umumnya terapi berlangsung selama 6-12 bulan.
Atlet yang mengalami cedera ACL biasanya baru akan diperkenankan untuk kembali berkompetisi setidaknya 1 tahun setelah proses operasi, dengan catatan fisioterapi rutin dilakukan.