Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekitar satu miliar orang diperkirakan meninggal akibat tuberkulosis (TBC) dalam dua ratus tahun terakhir.
Hal ini menjadikan TBC sebagai "silent pandemic."
Berdasarkan data Global Tuberculosis Report tahun 2023, Indonesia menempati peringkat kedua tertinggi di dunia, setelah India, untuk negara dengan estimasi kasus dan kematian akibat tuberkulosis.
Indonesia menyumbang sekitar 10 persen penderita tuberkulosis di seluruh dunia, dengan angka penderita sekitar 1.060.000 dari 10.600.000 kasus tuberkulosis di seluruh dunia pada 2022.
Untuk menurunkan angka tersebut, Wakil Menteri Kesehatan Profesor Dante Saksono Harbuwono menegaskan pentingnya komitmen bersama dalam penanggulangan tuberkulosis di Indonesia.
Wamenkes Prof. Dante juga percaya bahwa Kaukus TB yang diinisiasi oleh Komisi IX DPR RI dapat membantu mensinergikan upaya lintas sektor dalam penanggulangan kasus tuberkulosis.
“Jadi nanti di tahun 2030, diharapkan tidak ada lagi tuberkulosis di Indonesia,” tambah Wamenkes Prof. Dante.
Dikatakan Dante, Kaukus TB dapat menjadi wadah yang efektif untuk memastikan keberlanjutan komitmen program tuberkulosis dalam upaya penanggulangan tuberkulosis di Indonesia.
Mengulik sejarah tuberkulosis, Wamenkes Prof. Dante menjelaskan, meskipun bakteri penyebab tuberkulosis baru ditemukan pada 1882 oleh Robert Koch, penyakit ini sebenarnya sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu, bahkan sejak zaman firaun.
“Tuberkulosis ini merupakan penyakit kuno dan sudah ditemukan sejak ribuan tahun yang lalu ketika zaman firaun,” ujar dia.
Pembentukan Kaukus Tuberkulosis oleh Komisi IX DPR RI mendapatkan apresiasi dari Wakil Ketua DPR RI Rahmat Gobel.
Baca juga: Tertinggi Kedua di Dunia, Penemuan Kasus TBC di Indonesia Harus Dipercepat
Rahmat Gobel menuturkan, diperlukan sosialisasi yang cukup besar untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai penyakit tuberkulosis.
“Harus kita gaungkan. Mungkin yang perlu disampaikan adalah untuk membangun kesadaran masyarakat perlu kerja sama dengan media, disosialisasikan dampak dan dari mana sumber penyakit itu sendiri. Ini yang saya kira perlu ada sosialisasi yang disebarkan oleh kawan-kawan semuanya,” kata Wakil Ketua DPR Rahmat Gobel.