TRIBUNNEWS.COM - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut seseorang yang terinfeksi Mpox tetap membutuhkan pengobatan.
Beberapa orang yang terkonfirmasi positif Mpox mungkin saja bergejala ringan, sementara mereka yang berisiko tinggi seperti orang-orang dengan penyakit kekebalan tubuh dapat mengalami gejala lebih berat sehingga memerlukan perawatan di fasilitas kesehatan.
Juru Bicara Kemenkes RI, dr. Mohammad Syahril menjelaskan, pengobatan untuk seseorang yang terinfeksi virus Mpox (MPXV) difokuskan untuk meredakan gejala yang dialami.
"Kalau seseorang konsumsi makannya baik, istirahat cukup, dan olahraga teratur, tentu penyakit bisa dicegah. Ini konsep sehat secara umum. Sedangkan, penyakit Mpox memang karena virus dan masa inkubasinya 21 hari," jelas Syahril, dikutip dari sehatnegeriku.kemkes.go.id.
"Kalau dia melewati masa inkubasi, ruam atau lesi akan kering, mengelupas, dan menjadi kulit baru. Akan tetapi, pada saat perjalanan inkubasinya, seseorang bisa mengalami demam tinggi, sakit kepala. Inilah yang ditangani dengan menggunakan obat simptomatik," ungkapnya.
Diketahui, obat simptomatik adalah jenis obat yang digunakan untuk meredakan gejala umum pada suatu penyakit.
Pada penyakit Mpox, gejala yang muncul meliputi demam, sakit kepala hebat, nyeri otot, sakit punggung, lemas, pembengkakan kelenjar getah bening (di leher, ketiak atau selangkangan), dan ruam atau lesi kulit.
Ruam ini biasanya muncul dalam satu hingga tiga hari sejak demam.
Ruam atau lesi pada kulit ini berkembang dari bintik merah seperti cacar, kemudian lepuh berisi cairan bening, lepuh berisi nanah, lalu mengeras atau keropeng, dan akhirnya mengelupas.
Selain obat simptomatik, pengobatan Mpox dapat melibatkan penggunaan antivirus.
Berdasarkan "Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Mpox (Monkeypox)" yang diterbitkan Kemenkes pada 2023, antivirus yang dikembangkan dan disetujui Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk penanganan Mpox, yaitu tecovirimat, cidofovir, dan brincidofovir.
Baca juga: Vaksin Mpox Sudah Disetujui oleh WHO dan BPOM, Dapat Diberikan Saat Situasi Darurat
Pemberian antivirus dilakukan setelah pasien berkonsultasi dengan dokter atau tenaga kesehatan.
Hal ini lantaran harus mempertimbangkan kondisi pasien dan gejala yang dialami.
"Kemudian, apa perlu obat yang lain? Itu tergantung gejala simptomatis yang dialami. Antivirus sudah tersedia. Kalau tidak ada, obat simptomatik dapat diberikan untuk memperbaiki keadaan pasien, jangan sampai menurun (kondisinya)," ujar Syahril.