Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA -- Prevalensi demensia di Indonesia diprediksi meningkat seiring pertumbuhan populasi lansia.
Kondisi ini menjadikan masalah kesehatan ini menjadi mendesak.
Penelitian menunjukkan bahwa risiko demensia dapat diminimalisasi melalui pendekatan preventif.
Lancet Commission on Dementia Prevention, Intervention, and Care (2020), mengungkapkan bahwa 40 persen kasus demensia dapat dicegah atau ditunda dengan pengelolaan faktor risiko seperti hipertensi, obesitas, gaya hidup tidak aktif, dan kebiasaan tidak sehat lainnya.
Namun, pemahaman masyarakat Indonesia tentang demensia, jenis-jenisnya, serta strategi pencegahannya masih sangat terbatas, mengakibatkan banyak pasien baru mendapatkan diagnosis setelah kondisi memburuk.
Ada skrining yang bisa dilakukan dengan menggunakan metode AD-8 (INA).
Baca juga: Angelina Sondakh Ungkap Perjuangan Ibunya Melawan Demensia
Skrining ini bermanfaat untuk deteksi dini dan menentukan rencana terapi yang tepat.
Jika ditemukan gejala, skrining awalmemungkinkan orang dengan demensia (ODD) untuk memiliki peran aktif dalam mengambil keputusan terkait masa depannya, serta mendorong pendamping untuk menggali informasi lebih dalam mengenai demensia dan
cara merawat ODD.
Dalam sambutannya, Direktur Utama Prodia, Dr. Dewi Muliaty, M.Si., mengatakan pendampingan yang baik memerlukan pemahaman mendalam tentang kondisi ODD.
Mulai dari kebutuhan fisik hingga emosional.
Melalui edukasi yang tepat, keluarga dapat lebih percaya diri dalam menghadapi situasi sulit dan menciptakan lingkungan yang aman bagi ODD.
Oleh karena itu, peran keluarga sebagai pendamping sangatlah penting untuk memberikan rasa aman sekaligus memastikan kebutuhan
Dewi menambahkan bahwa, penurunan fungsi kognitif yang dialami oleh ODD dapat memicu berbagai risiko.