Budi menuturkan, kebutuhan anggaran sektor transportasi setiap tahunnya dapat mencapai Rp 1.500 triliun. Dari jumlah tersebut, pembiayaan dari APBN per tahun sekitar Rp 250 triliun.
"Ada gap antara kebutuhan dan anggaran yang ada sehingga diperlukan kerja sama dengan swasta," ujarnya.
Budi melanjutkan, Kementerian Perhubungan senantiasa mendorong kerja sama BUMN dan swasta dalam mengelola aset negara di wilayah kerja Kementerian Perhubungan, seperti bandara dan pelabuhan. Kerja sama itu untuk meningkatkan pelayanan, daya saing ekonomi, dan partisipasi modal untuk mengembangkan aset.
Meski begitu, pemerintah memiliki tiga klasifikasi proyek infrastruktur sebelum melakukan kerja sama dengan swasta. Pertama, jika suatu proyek kurang layak secara ekonomi (feasible), maka akan dibangun menggunakan APBN murni.
Klasifikasi kedua adalah jika proyek di antara layak dan tidak. Untuk kategori ini proyek pembangunan akan didanai dengan cara kerja sama operasi (KSO) antara pemerintah daerah atau BUMN dengan swasta.
Adapun yang terakhir adalah jika proyek itu berpotensi menguntungkan secara ekonomi, yang mana proyek tersebut bisa dikerjakan oleh swasta. Tentunya, untuk pengelolaan aset tersebut ada jaminan bagi swasta dari pemerintah.
Sejauh ini, lanjut Budi, ada 10 bandara dan 20 pelabuhan yang pengelolaannya bakal ditawarkan pada swasta. Tentunya, bandara dan pelabuhan yang ditawarkan pengelolaannya itu berpotensi menguntungkan secara ekonomi.
Bandara itu antara lain Labuan Bajo, Sentani, Radin Inten, Banyuwangi, Tarakan, Palu, Sabang, Sibolga, dan Bengkulu. Sementara itu, pelabuhan tersebut antara lain Bitung, Ternate, Manokwari, Kendari, dan Biak.
Kerja sama itu bakal menggunakan skema pengelolaan aset milik negara. Adapun jangka waktu kerja sama operasional terbatas maksimal 30 tahun. Selain itu, semua aset juga tetap dikuasai negara.
Dari kerja sama dengan swasta itu, imbuh Budi, anggaran negara bahkan dapat dihemat hingga Rp 1 triliun. Anggaran itu tentunya dapat dialihkan untuk hal-hal produktif lain, yakni membangun infrastruktur di daerah terluar, tertinggal, terdepan (3T). (*)