Lombok baru saja beranjak menuju recovery. Minggu pagi, 19 Agustus 2018, Menpar Arief Yahya mengecek situasi Lombok International Airport (LIA), dan mendapati laporan GM bandara, I Gusti Ngurah Ardita, bahwa jumlah pengunjung terminal mulai meningkat.
“Sekarang rata-rata, 4.500 an passangers, dari normalnyan 5.000 sampai 6.000 penumpang,” ucap Arief Yahya, Menteri Pariwisata RI.
Tiba-tiba semalam dikejutkan lagi oleh kabar yang memilukan. Minggu malam, 19 Agustus 2018, ada 6 gempa susul menyusul. Menpar Arief Yahya membagikan pesan di WA Group Crisis Center Kemenpar: Alert, pukul 21.56 gempa dengan 7.0 SR, pukul 22.16 gempa 5.6 SR, dan pukul 22.28 gempa berkekuatan 5.8 SR.
“Aktifkan Crisis Center, pantau 3A, Akses, Amenitas, Atraksi,” kata Menteri Arief, yang langsung direspons oleh tim Manajemen Krisis Kepariwisataan Kemenpar.
Fokus TCC Kemenpar memang tidak jauh-jauh dari customers utamanya, wisatawan, baik mancanegara maupun nusantara. Karena itu, yang dicek pertama ketika terjadi bencana adalah fasilitas public pendukung pergerakan wisman, yakni akses.
“Bandara, pelabuhan, dermaga, terminal bus, jalan, infrastruktur dasar dan utilitas dasarnya,” sebut Arief Yahya.
Karena itu, setelah dipastikan semua akses tidak terpengaruh, langkah berikutnya adalah meminta Airline, Airport, Airnav untuk menambah jumlah pesawat, menambah jam operasional bandara, menambah slots time untuk pesawat landing dan take off.
“Ini yang sudah dilakukan saat bencana lalu,” ungkapnya.
Menpar Arief meyakini, manajemen crisis di tourism ini mirip dengan telecommunication. Setiap terjadi bencana, selalu ada call yang melonjak tajam dari lokasi bencana. Ada yang memberi kabar terkini, suasana, kondisi kesehatan, posisi, dan sebagainya.
“Di tourism juga sama, orang cenderung akan berpindah ke lokasi wisata yang lebih aman dulu. Nah kita sediakan akses yang besar agar merasa nyaman dan aman,” ujar Arief Yahya.
Amenitas, atau tempat penginapan adalah bagian lanjutan yang dicek oleh Tim CC Kemenpar. Bagaimana kondisinya? Berapa kapasitas kamar yang masih siap dihuni? Berapa yang berbahaya dan harus menunggu renovasi? Dan lainnya, harus dijaga agar memenuhi standar safety and security.
Atraksi, ini bagian yang paling akhir dicek lagi. Bagaimana suasana atraksi? Sudah bisa dikunjungi atau belum? Masih bagus ada yang rusak? Membahayakan wisatawan atau tidak?
“Lombok ini sebenarnya masih tanggap darurat dari gempa pertama, tetapi pariwisata harus menjemput dan segera melakukan percepatan recovery, karena promosi sekarang hasilnya tidak bisa didapatkan sekarang juga,” kata Arief.
Tiga gempa yang besar, tadi malam, dari 6 kali guncangan itu cukup terasa. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi – Kementerian ESDM juga langsung memberikan statemen. Mereka menghimbau pada masyarakat agar tetap tenang, mengikuti arahan pemerintah dan BPBD NTB. Dan yang terpenting, jangan terpancing oleh isu, hoax dan kabar bohong yang mudah viral di saat panik.
Yang perlu diwaspadai adalah retakan tanah pada permukaan bumi dan longsoran. Masyarakat diminta bersabar dan berada di tempat terbuka, karena rata-rata bangunan lama memang tidak di desain tahan gempa di atas 6 SR.
“Khusus Lombok, karena destinasi wisata prioritas, atau masuk 10 Bali Baru, maka Kemenpar pun melakukan pemantauan khusus,” jelas Menpar Arief.
Tim CC diketuai Guntur Sakti, Karo Komblik Kemenpar, lalu yang di lapangan di Mataram oleh Lalu Muhammad Faozal, Kadispar NTB dan secretariat di Kemenpar oleh Dessy Suryaningrat, Kabag Krisis Kepariwisataan Komblik. Tiap hari minimal 3 kali up date situasi terkini dan menyusun langkah strategis apa yang cepat dan darurat.
Tim Crisis Center juga melaporkan, bahwa BMKG mencatat dampak gempa bumi di beberapa tempat, yang digambarkan dalam intensitas gempa pada skala MMI (Modified Mercalli Intensity). Yakni Lombok utara, Mataram, Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur, Sumbawa Besar, Rinjani, Gunung Tambora, Gunung Agung dan Gunung Sangeang Api. (*)