Dengan sebilah pisau, madu itu akan dipindahkan ke dalam wadah yang telah disiapkan para petani.
Saat itu pula, para lebah akan bertebaran keluar dari kotak, dan mengerumuni. Dengungan sayap saat melintas akan terdengar jelas.
Namun, tak perlu takut, wisata ini aman untuk dilakukan. Bahkan, bila para lebah menempel di badan, itu hal yang wajar karena madu sedang kita bawa.
Setelahnya, Tribunnews.com berkesempatan mencoba madu secara langsung usai dipanen. Tak disangka, manis yang dihasilkan madu itu terasa sangat berbeda dengan madu yang dijual di pasaran.
Madu ini terasa sangat manis dengan aroma seperti bunga yang melekat.
Dedi Susanto (42), salah satu petani lebah madu, mengatakan rasa madu sendiri sangat tergantung pada jenis pepohonan atau bunga yang berada disekitar sarang.
Bila didominasi kaliandra, madu akan berwarna lebih kuning. Sementara bila lebah banyak mengambil nektar dari bunga kopi, maka madu akan berwarna lebih hitam dan terasa agak pahit.
Range atau jarak lebah madu ini mencari makan sendiri berkisar antara 20 hingga 500 meter.
Ia juga menjelaskan jika musim sangat berpengaruh terhadap panen madu. Kemarau akan lebih bagus daripada musim hujan, karena para lebah tak akan bisa terbang mencari nektar di musim hujan.
"Kalau musim hujan, (lebah) dikasih makan sendiri. Dikasih air tebu yang ditumbuk, nanti ditaruh dibawah kotaknya, kalau musim hujan atau banyak angin," ujar Dedi, di lokasi, Kamis (11/10/2018).
BUMDes sebagai Pemberdayaan Masyarakat Desa Sumber Urip
Madu dan cabe merupakan produk unggulan Desa Sumber Urip yang tercipta akibat pemberdayaan masyarakatnya melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
BUMDes sendiri dikelola oleh Dana Desa yang dikucurkan langsung oleh pemerintah pusat ke desa.
Dedi mengatakan BUMDes sangat memberdayakan masyarakat, terutama karena adanya pelatihan memelihara lebah madu pada tahun 2016 silam.