Selain menampilkan konser musik, Festival Crossborder Skouw 2019 juga akan memperlihatkan kerajinan tangan khas Papua. Salah satunya adalah gerabah tradisional Abar, Sentani, Jayapura. Gerabah ini juga bisa menjadi cenderamata dari Festival Crossboder Skouw.
Festival Crossborder Skouw 2019 digelar 9-11 Mei. Lokasinya di PLBN Skouw, Jayapura, Papua. Event tahun ini menampilkan musisi reggae Ras Muhammad, Dave Solution, dan band asal Papua Nugini Vanimo Natives.
“Festival Crossborder Skouw 2019 juga memiliki sisi lain yang unik dan menarik. Wisatawan nantinya bisa berkunjung juga ke Sentani. Kawasan ini memiliki destinasi wisata luar biasa. Sentani juga memiliki sentra kerajian gerabah tradisional yang terkenal,” ungkap Asisten Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Regional III Kemenpar Muh. Ricky Fauziyani, Rabu (17/4).
Festival Crossborder Skouw 2019 akan menjadi ajang untuk mengangkat sentra kerajinan gerabah di Jayapura.
“Desa Abar sudah terkenal sebagai penghasil gerabah. Produknya unik-unik. Yang jelas, Desa Abar wajib dikunjungi karena lokasinya mudah dijangkau dari Skouw. Jalannya bagus dan lebar. Apalagi, view di sepanjang jalan sangat indah dengan nuansa pantai dan gunung,” terang Ricky lagi.
Sempe atau gerabah produk Abar memang berbeda. Sebab, pembuatannya tidak menggunakan bantuan alat khusus apalagi teknologi.
Hal inilah yang membuat sempe Abar menjadi unik dan berbeda. Jumlah produksinya juga sangat terbatas.
“Gerabah di sini sangat khas. Semua dilakukan secara manual. Karena mengandalkan tangan, produknya tidak sebanyak daerah lain seperti Kasongan, Yogyakarta,” katanya.
Pemanfaatan gerabah oleh masyarakat Jayapura cukup beragam. Mayoritas untuk memenuhi kebutuhan peralatan sehari-hari.
Biasa digunakan untuk memasak atau sebagai wadah penyimpanan sagu juga air. Gerabah juga difungsikan sebagai alat memasak. Pada moment tertentu, gerabah digunakan sebagai alat khusus untuk menghidangkan makanan. Biasanya pada acara adat.
“Gerabah memiliki aspek sosial yang tinggi. Fungsi dari gerabah pun sangat beragam. Yang jelas semua berkaitan dengan aktivitas keseharian masyarakat di sana. Memasak menggunakan gerabah, sensasi dari makanannya juga berbeda. Silahkan berkunjung ke Desa Abar. Wisatawan bisa belajar banyak terkait hal pembuatan gerabah,” tegas Ricky.
Selain fungsinya, bentuk sempe masyarakat Abar pun beragam. Mulai bentuk sederhana hingga motif yang cukup rumit. Selain wadah dan alat masak, gerabah juga dibentuk dalam rupa vas bunga.
Ada juga bentuk asbak, tifa, beragam alat rumah tangga, hingga mainan dan souvenir unik. Lebih menarik, para pengrajin gerabah Abar mayoritas kaum wanita.
“Bahan bakunya tanah liat, tapi membutuhkan kecermatan tinggi. Sebab, pembentukannya tidak dibantu oleh alat khusus. Butuh kesabaran dan keuletan. Mungkin karena hal ini, kebanyakan pembuat gerabah di Abar adalah wanita. Pengrajin prianya sangat sedikit. Terlepas dari itu, harga yang ditawarkan tetap ramah dan sangat terjangkau,” papar Ricky lagi.
Kerajinan gerabah masuk Papua diperkirakan pada era neolitik. Teknologinya waktu itu diperkenalkan oleh oleh penutur Austronesia yang datang ke wilayah Papua.
Seiring waktu, gerabah menjadi warna budaya yang mampu menggambarkan detail aspek kehidupan manusia. Melalui gerabah pula, manusia modern bisa menguak berbagai hal terkait kehidupan di masa silam.
“Desa Abar ini memiliki potensi pariwisata yang besar. Daya tariknya unik berupa gerabah tradisional. Produk Abar tentu menjadi aset yang besar bagi pariwisata Jayapura bahkan Papua. Destinasi ini punya warna lain yang khas. Tentu ada banyak experience yang ditawarkan dari Abar. Ayo berkujung ke Abar, apalagi destinasinya mudah dijangkau dari Festival Crossborder Skouw 2019,” tutup Menteri Pariwisata Arief Yahya.(*)