Pemerintah Kabupaten Banyuwangi sampai saat ini tidak pernah sekalipun mengeluarkan aturan untuk memisahkan pengunjung pria dan wanita di Pantai Santen. Bahkan, papan petunjuknya pun sudah tidak ada, sejak 2017 lalu, sudah lebih dari dua tahun.
Juga tidak dipromosikan lagi, setelah kedatangan Raja Salman ke Bali, pertengahan Maret 2017 lalu. Tidak ada event yang mengangkat Pantai Santen dan Wisata Halal di sana. Karena itu, aneh bin ajaib menjadikan isu Pantai Santen dengan proses kearab-araban atau arabisasi itu sebagai isu. Terlalu berlebihan, terlalu mengada-ada, sampai-sampai harus membenturkan SARA.
“Saya tegaskan lagi, bahwa saat itu, hanya untuk gimmick marketing! Untuk menangkap peluang baru, wisatawan keluarga Arab Saudi, yang spendingnya paling besar. Pas dengan momentum Raja Salman Arab Saudi ke Indonesia,” ungkap Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata Banyuwangi MY Bramuda, Sabtu (6/7).
Logika berpikir Bramuda itu tidak salah. Dia cepat mengambil momentum yang belum tentu datang dua kali itu. Dia melangkah cepat, mencari perhatian publik, ketika semua media —baik di Indonesia maupun di Arab—- sedang memperbincangkan hubungan Arab Indonesia, termasuk di sektor pariwisata.
“Dua tahun silam itu, 2017, adalah momentum bagus! Kita ini harus cepat bergerak di saat timing yang pas. Sekaligus, saat yang tepat untuk menata ulang Pantai Santen yang saat itu image nya kurang bagus, kurang bersih, kurang terawat,” jelas Bram, yang sungkan menyebutkan bahwa Pantai Santen saat itu menjadi tempat prostitusi.
Ibarat, sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Di internal ada perbaikan destinasi, atau produk Pariwisatanya. Secara eksternal mencoba mendapatkan pasar baru. Mengapa Banyuwangi harus dijadikan framing untuk sebuah kepentingan yang harus mengoyak persatuan dan kekerabatan masyarakat?
Bram menyesalkan tulisan dan framing yang diviralkan melalui media sosial. Banyuwangi bersusah payah berjuang untuk menjadi seperti sekarang, pariwisata maju, ekonomi bergerak, masyarakat menerima dengan semangat. Investasi terus berkembang.
Menurut Bram, informasi mengenai Pantai Santen yang beredar di media sosial sangat sepihak. Karena tidak pernah ada konfirmasi atau penjelasan dari pihak terkait.
“Saya rasa harus diluruskan. Karena tidak pernah ada kebijakan dari Pemda Banyuwangi yang mengatur masalah pemisahan pria dan wanita di Pantai Santen. Tidak pernah ada peraturan mengenai hal itu,” katanya.
Bram kondisi yang ada di lapangan jauh berbeda. “Tidak ada sign. Atau papan petunjuk yang mengatakan ada pemisahan antara pria dan wanita di Pantai Santen. Kita tidak membuat hal-hal seperti itu. Tulisan yang dimuat di media sosial itu dan sudah lama diganti, sudah lama kami turunkan," paparnya.
Bram menambahkan, tidak pernah ada sosialisasi mengenai Pantai Santen yang menjadi syariah. Apalagi, memisahkan antara pengunjung pria dan wanita. Tidak ada grand design yang menuju ke arah sana.
Menurutnya, Pemda Banyuwangi memang memberikan perhatian kepada Pantai Santen. Khususnya saat Raja Arab Saudi, Raja Salman, berkunjung ke Bali. Menurutnya, Pemda Banyuwangi menyiapkan sebuah trik marketing untuk menarik perhatian.
“Sebagai daerah yang dekat dengan Bali tentu kita berharap Banyuwangi ikut dilirik saat Raja Salman berkunjung ke sana. Inisiatif kita adalah memasarkan dan mencuri perhatian dengan Patai Santen. Tapi bukan kemudian memisahkan atau menjadikan pentai ini syariah,” katanya.
“Momentum itu kita gunakan untuk mengangkat Pantai Santen. Sekaligus, memperbaiki image pantai agar dikunjungi banyak orang. Dan bersih. Dan tahun 2017 keinginan itu tercipta. Sukses. Pantai Santen bersih, dan dikunjungi banyak orang, dan ada sisi uniknya,” paparnya.