Setelah pembenahan itu, Pemda telah menyerahkan kembali pengelolaan Pantan Santen ke pemilik pantai, yakni Kodim. Seluruh manajemen dikelola Kodim. Pemda juga tidak mengeluarkan peraturan apapun terkait dengan pantai itu. Tidak ada peraturan soal pemisahan.
“Apakah ini by design, kalau lihat sejarahnya, tidak sama sekali. Sekali lagi, itu hanyalah trik marketing saat Raja Salman datang ke Bali. Dan sudah dicopot sejak tahun lalu. Makanya kalau kemudian papan itu dipermasalahkan sekarang, rasanya sudah tertinggal. Dan itu akibat tidak pernah ada konfirmasi,” paparnya.
Sementara Ketua Tim Percepatan Wisata Halal Indonesia, Anang Sutono, menilai masih banyak pihak yang belum paham dengan konsep wisata halal. Menurutnya, wisata halal disebut sebagai layanan tambahan. Hal ini lebih terkait pada pengembangan 3A (amenitas, atraksi, dan aksesibilitas) wisata. 3A adalah juga fondasi untuk mengembangkan pariwisata di Indonesia.
“Wisata halal itu merupakan konsep pengembangan dimensi baru. Sasarannnya adalah komunitas dalam pariwisata. Lebih spesifik lagi, pariwisata itu ditujukan kepada siapa, pelanggan yang mana,” katanya.
Wisata halal di Indonesia semakin berkembang belakangan ini karena adanya lonjakan wisatawan Muslim. Semua wisatawan muslim memiliki kebutuhan. Dan destinasi berlomba menyediakan kebutuhan mereka, apa yang dibutuhkan dan apa yang mereka inginkan. Justru, Anang melihat hal ini merupakan peluang. pelaku wisata bisa menggarapnya.
Sejumlah lembaga menyebutkan bahwa Muslim Traveller akan mencapai 160 juta dengan pergerakan ke seluruh penjuru dunia. Jumlah ini menjadikan wisatawan muslim sebagai pasar yang luar biasa besar.
“Jadi konsep yang ditempuh adalah melengkapi fasilitas untuk wisatawan muslim. Bukan menjadi sebuah destinasi menjadi destinasi muslim. Pengertian itu salah. Sayangnya, pengertian yang salah ini yang menyebar,” kata Anang.
Diterangkannya, Indonesia memiliki tiga indikator kuat untuk menangkap peluang tersebut. Pertama bahwa Indonesia memiliki destinasi yang luar biasa menarik. Indonesia juga menjadi salah satu preferensi Muslim Traveller.
Indikator kedua yakni Indonesia dengan mayoritas atau hampir 88 persen berpenduduk muslim menjadi atmosfer yang baik untuk menyambut lebih banyak Muslim Traveller. “Feeling welcome” dari masyarakatnya menjadi peluang tersendiri bagi Indonesia untuk ikut serta menggarap segmen Muslim Traveller.
Indikator ketiga adalah kuatnya ekosistem di Tanah Air terkait regulasi didukung keinginan dan dukungan masyarakatnya dalam pengembangan wisata halal.
“Banyak negara yang sadar dan paham potensi untuk menggaet Muslim Traveller. Seperti, Thailand misalnya, Pemerintahnya sangat detail untuk menggarap segmen Muslim Traveller dengan semakin fokus membangun infrastruktur pendukung wisata halal. Bahkan Vietnam menginstruksikan industri pariwisatanya untuk menyiapkan kebutuhan Muslim Traveller yang berkunjung ke negara itu. Turki tak perlu ditanyakan komitmennya dalam mengembangkan wisata halal,” katanya.
Contoh lain adalah Jepang. Negeri Matahari Terbit sedang bersiap mendatangkan 2 juta Muslim Traveller ke negaranya. Negara-negara tersebut telah sangat yakin dengan tidak menjadikan wisata halal sebagai polemik bahwa halal tourism akan memberikan kontribusi yang sangat besar bagi pendapatan negara secara keseluruhan.
Anang Sutono menambahkan, negara-negara laun justru sedang gencar-gencarnya merayu wisatawan muslim. Seperti Thailand. Negeri Gajah Putih sangat semangat menyediakan layanan-layanan tambahan sesuai dengan kebutuhan Muslim Travellers. Bahkan, sudah banyak destinasi yang diklaim sebagai halal resort.
“Vietnam, Korea, Jepang, dan Taipe juga nggak kalah semangat. Mereka bahkan menggalakkan penyediaan tembah ibadah, makan halal, penyusunan paket tours yang muslim Friendly, dan masih banyak lagi. Tujuan mereka sangat clear, menangkap market growth dari Muslim Travellers yang angkanya sangat progresive,” katanya.
Anang menambahkan, para negara-negara itu yakin bahwa ujung dari Jumlah wisatawan tersebut akan memberikan dampak langsung terhadap kualitas hidup masyarakat setempat, "Host Community".
Dengan kata lain, strategi Kemenpar untuk tetap membangun Pariwisata Halal adalah on the track. (*)