Indonesia terus berupaya melakukan penetrasi terhadap potensi pasar ekspor produk-produk pertanian dan peternakan ke Jepang.
“Kita jaga neraca perdagangan produk pertanian dengan Jepang yang positif ini, kita kawal 3K-nya, yaitu kualitas, kuantitas dan kontinuitasnya,” kata Kepala Badan Karantina Pertanian (Barantan), Ali Jamil saat melepas ekspor ke Jepang 10 ribu ton cangkang sawit senilai Rp. 9,7 miliar ke Jepang di pelabuhan Sungai Talang Duku (15/8).
Menurut data, cangkang sawit asal Jambi yang laris di pasar Jepang juga telah tembus ke 3 negara mitra dagang lainnya yakni Korea Selatan, Belanda dan Thailand.
Total ekspor cangkang sawit hingga Agustus 2019 telah mencapai 82% dari total 2018 yang mencapai 642,9 ribu ton. Periode Januari - Agustus 2019 ekspor cangkang sawit telah mencapai 528 ribu ton atau senilai Rp. 520 miliar, sementara periode Januari - Agustus 2018 hanya mencapai 463,8 ribu ton. Jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2018 sudah mengalami kenaikan 13,8%.
Dengan potensi yang berlimpah, Jamil yakin produk samping sawit berupa cangkang ini dapat lebih ditingkatkan. Harapannya dapat dipasarkan juga ke 13 negara tujuan ekspor pinang biji, dengan sebaran negara masing-masing Afganistan, Australia, China, Bangladesh, Hongkong, India, Iran, Myanmar, Nepal, Singapore, Thailland, UEA, dan Vietnam.
Cangkang sawit yang digunakan sebagai bahan bakar hijau ini memiliki nilai ekonomi yang bersaing, dengan kerjasama pihak dan instansi terkait, kita terobos diversifikasi pasarnya.
”Ini sesuai dengan arahan Presiden melalui Menteri Pertanian, untuk terus kawal dan lakukan terobosan untuk mendorong ekspor. Ekspor, ekspor dan ekspor lagi,” pungkas Jamil.
Potensi pasar beberapa produk pertanian Indonesia telah menguasai 100 persen potensi pasar ekspor Jepang. Produk pertanian Indonesia yang diekspor ke negeri Sakura adalah minyak nabati dan lemak. Lalu disusul lateks dan karet alam, kopi, produk pangan lain, kakao dan produk kakao, rempah-rempah, bahan asal tanaman lain, sisa produk nabati dan hewani, teh & bahan minuman penyegar, kacang-kacangan, bahan pangan asal hewan, buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian.
Jamil menjelaskan, berdasarkan data dari sistem otomasi perkarantinaan, IQFAST tercatat total ekspor komoditas pertanian Indonesia ke Jepang hingga bulan Juli 2019 sebanyak 344,6 ribu ton dengan nilai ekonomi Rp. 703 miliar sementara impornya tercatat 1,7 ribu ton dengan nilai ekonomi setara dengan Rp. 149,048 miliar.
“Ini dapat dipantau juga oleh seluruh pemerintah daerah dengan menggunakan aplikasi IMACE,” ungkap Jamil.
Aplikasi peta potensi komoditas pertanian berorientasi ekspor, IMACE yang telah digagas oleh Barantan tengah digalakkan ke seluruh provinsi, harapannya aplikasi ini dapat digunakan sebagai landasan kebijakan pembangunan pertanian berorientasi ekspor dengan berbasiskan kawasan, tambahnya.
Pada waktu yang sama, Jamil juga melepas 3 komoditas pertanian ekspor asal Jambi dengan total nilai ekonomi Rp. 23 miliar. Masing-masing 447 ton pinang tujuan Thailand dan Iran senilai Rp. 7,8 miliar, 201 ton karet tujuan China senilai Rp. 3,8 miliar; serta 356,6 M3 kayu olahan tujuan China dan Jepang senilai Rp. 1,8 miliar.
Perkebunan Unggul
Sementara itu, Kepala Karantina Pertanian Jambi, Guntur memaparkan data lalu lintas komoditas pertanian di wilayah kerjanya. Komoditas ekspor Provinsi Jambi didominasi oleh komoditas pertanian dari subsektor perkebunan. Tercatat hingga 14 Agustus 2019 total nilai ekspor provinsi Jambi telah mencapai Rp. 2,8 triliun, dengan Rp. 2,5 triliunnya di dapat dari komoditas sektor perkebunan.
Selebihnya terdistribusi pada komoditas kehutanan sebesar Rp. 307 miliar, komoditas hortikultura Rp. 403 juta dan Rp. 151 juta tersebar ke beberapa komoditas lainnya. Sub sektor perkebunan, menyumbang 89% nilai ekspor Provinsi Jambi, papar Guntur.
Tiga komoditas unggulan perkebunan asal Jambi masih dipegang oleh cangkang sawit, pinang biji dan karet lempengan. Dari total perolehan nilai ekspor Rp. 2,5 triliun, nilai ekspor pinang biji menyumbang sebanyak Rp. 1 triliun, cangkang sawit Rp. 500 miliar, karet lempengan Rp. 500 miliar dan Rp. 500 miliar sisanya tersebar di berbagai komoditas perkebunan lainnya seperti minyak kelapa mentah, kelapa bulat, karet lembaran, sapu lidi, kopra, kopi, kelapa tempurung dan lain-lain.
Sementara diluar komoditas pertanian, lanjut Guntur, yang memiliki nilai ekspor cukup tinggi itu dari sektor kehutanan yaitu komoditas olahan kayu. Pada 2019, olahan kayu telah menyumbang nilai ekspor Provinsi Jambi sebanyak Rp. 301 miliar.
Sekretaris Daerah Provinsi Jambi, H. M. Dianto yang hadir dan turut melepas ekspor mengapresiasi pembangunan pertanian oleh Kementan diwilayah kerjanya. Sejalan dengan upaya percepatan ekspor komoditas pertanian, pihaknya telah membentuk Tim Koordinasi Peningkatan dan Percepatan Ekspor Pengolahan Sumber Daya Alam di Provinsi Jambi.
Sekda berharap tim percepatan ini dapat bekerja secara sinergis termasuk didalamnya Karantina Pertanian Jambi, untuk meningkatkan jumlah dan tujuan negara ekspor ke depan secara berkelanjutan.