Begitu juga dengan negara-negara kecil di eropa yang memiliki jumlah wisatawan mencapai 10 juta karena ditopang oleh wisatawan perbatasan (border tourism) yang baik.
Karena itu Kemenpar terus mengembangkan pariwisata perbatasan yang saat ini baru memberikan kontribusi sebesar 18 persen di Indonesia.
"Pariwisata perbatasan saat ini yang berjalan baru ada di Kepri (Kepulauan Riau) dan berhasil. Tapi kenapa hanya di Kepri? Padahal kita punya banyak titik sentuh dengan negara lain seperti di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara dan di NTT, khususnya di Belu atau Atambua ini," ujar Arief Yahya.
Khusus di NTT, Menpar melihat dengan adanya tiga PLBN yang begitu baik, maka faktor aksesibilitas sudah tidak ada kendala. Yang perlu didorong adalah menghadirkan atraksi agar dapat menarik minat besar wisatawan, khususnya wisatawan dari Timor Leste.
Salah satu atraksi yang bisa dibuat adalah menawarkan wisata belanja kepada wisatawan dari Timor Leste dengan barang-barang yang lebih lengkap atau juga lebih murah dari yang ada di Timor Leste.
Lokasi yang bisa dijadikan kawasan wisata belanja adalah di area atau kawasan PLBN Motoain itu sendiri.
Bencmarknya ada di Bandara Changi Singapura. Dimana sedari awal bandara tersebut dibuat tidak hanya sebagai pintu masuk wisatawan melalui udara, tapi juga sebagai destinasi wisata.
Maka tidak heran jika masyarakat Singapura banyak membawa anak dan keluarganya untuk jalan-jalan di akhir pekan.
"Sekali kita disini lebih lengkap, maka orang Timor Leste akan selalu belanja disini. Saya yakin disini juga bisa jadi atraksi wisata untuk akhir pekan. Tidak hanya dari Timor Leste tapi juga dari Belu. Semakin banyak crowd yang datang dari dua negara maka akan semakin bagus," ujar Menpar Arief Yahya. "Jadikanlah pasar itu hidup disini, dan itu akan menjadi daya tarik tersendiri untuk tetangga sebelah," kata Menpar.(*)