TRIBUNNEWS.COM, GORONTALO - Dihadapan Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Provinsi Gorontalo, Wakil Ketua MPR RI, DR. H. M. Hidayat Nur Wahid, MA memuji keteladanan para tokoh bangsa, khususnya yang berasal dari Gorontalo. Ada sejumlah tokoh Gorontalo, menurut Hidayat Nur Wahid yang harus senantiasa diingat, dan diteladani. Antara lain, Nani Wartabone dan Presiden RI ke-3 Bj Habibie.
Nani Wartabone adalah pahlawan nasional asal Gorontalo. Ia dikenal sebagai proklamator kemerdekaan Indonesia di Gorontalo. Proklamasi kemerdekaan Indonesia yang diproklamirkan Nani Wartabone disampaikan 23 Januari 1942.
Saat ini 23 Januari diperingati sebagai Hari Patriotik. Ketika memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, Nani Wartabone juga mengibarkan bendera Merah Putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya.
"Pada hari ini, 23 Januari 1942, kita bangsa Indonesia yang berada di sini sudah merdeka, bebas, lepas dari penjajahan bangsa manapun juga. Bendera kita adalah Merah Putih, lagu kebangsaan kita adalah 'Indonesia Raya', pemerintahan Belanda telah diambil alih oleh pemerintahan nasional," kata Hidayat membacakan teks proklamasi kemerdekaan, seperti yang disampaikan Nani Wartabone pada 23 Januari 1942.
Pernyataan itu disampaikan Hidayat Nur Wahid secara daring saat memberikan Sosialisasi Empat Pilar MPR, kerjasama MPR RI dengan DPW PKS Provinsi Gorontalo. Acara tersebut berlangsung di Kota Gorontalo, Minggu (13/3/2022).
Selain Hidayat, acara tersebut juga menghadirkan Anggota MPR RI FPKS H. Ahmad Syaikhu, sebagai pembicara. Ikut hadir pada acara sosialisasi tersebut, Anggota MPR Kelompok DPD RI Abdurrahman Abubakar Bahmid, Lc, Ketua BPW PKS Sulawesi K.H Surya Darma, Lc, Ketua MPW PKS Gorontalo H. Manaf Abidin Hamzah, S. Ag., M.P, juga Para tokoh masyarakat Gorontalo dan undangan.
Sementara BJ Habibie menurut HNW panggilan akrab Hidayat Nur Wahid adalah sosok yang memuluskan lahirnya reformasi. Membuka kran demokrasi dan kebebasan press. Salah satu cara yang ditempuhnya adalah memajukan jadwal pemilu, dari yang semestinya 2003 menjadi 1999.
"Saat itu, pemilu dan masa jabatan presiden hanya diatur oleh Undang-undang, sehingga mudah untuk mengubahnya. Termasuk untuk memajukan waktu pelaksanaan pemilu. Sama seperti yang dilakukan Pak Harto, menunda pemilu dari yang sedianya tahun 1968 menjadi 1971. Sementara saat ini urusan pemilu, dan masa jabatan presiden, diatur dalam konstitusi," kata HNW menambahkan.
"Sehingga untuk mengubahnya menjadi lebih sulit. Karena itu, jika ada pihak-pihak yang ingin menunda pemilu dan menambah periode kepemimpinan presiden dengan asumsi pemilu bisa diajukan oleh BJ. Habibie, atau menundanya seperti Pak Harto, berarti mereka itu belum tuntas membaca Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945," lanjutnya.
Saat ini, keinginan sebagian kelompok untuk menunda pemilu atau menambah periode kekuasaan presiden menjadi tiga periode, kata HNW merupakan langkah yang bertentangan dengan konstitusi.
Karena dalam UUD NRI 1945 hasil amandemen, tegas dikatakan bahwa kedaulatan ada ditangan rakyat dan dilaksanakan sesuai ketentuan UU (pasal 1 ayat 2 UUD NRI 1944). Sedangkan menunda pemilu atau menambah periode kekuasaan presiden menjadi tiga periode bertentangan dengan pasal 7 dan pada 22E UUD NRI 1945.
"Karena itu saya menyambut baik kerjasama DPW PKS Gorontalo dengan MPR melaksanakan Sosialisasi Empat Pilar MPR. Ini penting agar partai politik faham tentang konstitusi. Apalagi sejak UUD di amandemen Parpol menjadi elemen penting dalam demokrasi dan itu disebutkan dalam Konstitusi kita. Diharapkan parpol mencalonkan orang-orang terbaik dalam pilpres maupun pileg. Karena sesuai ketentuan konstitusi baik presiden maupun anggota DPR hanya bisa dicalonkan oleh partai politik," kata HNW menambahkan.
Pendapat serupa disampaikan anggota MPR FPKS Ahmad Syaikhu. Menurut Syaikhu, Sosialisasi Empat Pilar MPR RI tetap penting untuk dilaksanakan. Karena dalam kehidupan sehari-hari banyak orang yang melupakan Empat Pilar.
"Ini adalah kesepakatan para pendiri bangsa yang harus terus dipegang dan dipatuhi. Pancasila misalnya, harus dijaga jangan sampai diubah menjadi Trisila atau Ekasila. Pancasila juga tidak boleh digantikan oleh ideologi lain, karena itu bukan kesepakatan para pendiri bangsa," kata Syaikhu menambahkan.