TRIBUNNEWS.COM - Sebagai bentuk komitmen dalam menjaga perlindungan lingkungan maritim, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perhubungan Laut cq. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut menggelar kegiatan Pilot Launch Compliance Monitoring and Enforcement (CME) Marine Environment Protection of the South East Asian Seas (MEPSEAS) Project.
Kegiatan ini dilaksanakan secara nasional dalam bentuk training atau pelatihan Pemeriksaan Pengendalian Sistem Anti Teritip (Anti Fouling System) dan Sistem Manajemen Air Balas (Ballast Water Management) yang diikuti oleh Port State Control Officer (PSCO) dan Marine Inspector (MI) atau Flag State Inspector (FSI) dari 5 (lima) Pelabuhan yang telah ditetapkan sebagai Pelabuhan Kunci dari Proyek MEPSEAS ini, yakni Pelabuhan Tanjung Priok, Belawan, Tanjung Perak, Batam, dan Banten.
Membuka kegiatan, Direktur Perkapalan dan Kepelautan, Ahmad Wahid yang mewakili Direktur Jenderal Perhubungan Laut menyampaikan apresiasinya kepada seluruh anggota National Task Force, National Consultan, National Experts serta seluruh PSCO dan MI serta surveyor yang mengikuti kegiatan yang akan diselenggarakan selama 5 (lima) hari mulai 12 s.d 16 September 2022.
“Kita harus bekerja bersama untuk memastikan dan memperbanyak kontribusi yang berkelanjutan terhadap pertumbuhan ekonomi hijau dan perlindungan berkelanjutan terhadap lingkungan maritime kita. Peran aktif kita dalam MEPSEAS Project ini adalah wujud nyata bahwa kita semua memiliki komitmen yang sama dalam menjaga dan melindungi lingkungan maritim kita,” tegas Wahid pada pembukaan kegiatan yang digelar di Hotel Grand Orchardz Kemayoran pada hari ini (12/9).
Wahid mengungkapkan, bahwa Indonesia telah membuat kemajuan yang sangat baik dalam Project ini. Indonesia telah menyelenggarakan CME National Workshop dan menyelesaikan 14 (empat belas) Port Biological Baseline Survey sebagai kebutuhan spesifik proyek Indonesia pada tahun 2021.
Kemudian, pada Maret 2022, Workshop Teknis BWM dan AFS untuk PSCO berhasil dilaksanakan. Dan yang terakhir adalah formalisasi Dokumen Panduan Nasional melalui penerbitan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut.
“Dengan demikian, setelah menyelesaikan agenda kegiatan selama lima hari ini, saya yakin kita dapat menyelesaikan semua tugas kita dalam proyek ini dan dapat melaporkannya pada Regional Meeting yang akan digelar di Vietnam pada 25 s.d 27 Oktober 2022 mendatang,” tukas Wahid.
Wahid mengatakan, hal ini tidak dapat dicapai tanpa dukungan dan kerjasama yang baik dari semua pihak yang terlibat dalam proyek ini, baik secara Nasional maupun Internasional.
“Apresiasi juga saya sampaikan kepada International Maritime Organization (IMO) Project Coordination Unit dan seluruh MEPSEAS International Team atas dukungan yang luar biasa,” katanya.
Sebagai informasi, MEPSEAS adalah sebuah proyek kolaborasi dari IMO dan Norwegian Agency for Development Cooperation (NORAD) yang memiliki tujuan untuk melindungi lingkungan laut dari dampak yang diakibatkan oleh kegiatan pelayaran, yang melibatkan 7 (tujuh) negara berkembang di Asia Tenggara dan pertama kali diluncurkan pada Pertemuan First High-Level Regional Meeting pada tahun 2018 di Bali.
MEPSEAS Project merupakan wujud komitmen berkelanjutan negara-negara ASEAN untuk bergerak menuju sistem transportasi laut yang berkelanjutan dan mengatasi masalah lingkungan laut yang signifikan. Project ini memberikan peluang yang sangat baik bagi negara-negara tersebut untuk mengatasi risiko yang dihadapi lingkungan laut di kawasannya dan mendukung pertumbuhan berkelanjutan di sektor maritim.
Adapun kegiatan Pelatihan ini diikuti oleh kurang lebih 20 (dua puluh) orang peserta yang terdiri dari PSCO, MI, dan surveyor dari 5 (lima) pelabuhan di Indonesia plus BKI dan menghadirkan Lead International Consultant MEPSEAS Project yang ditunjuk oleh IMO, Mr Abdul Hannan.(*)