TRIBUNNEWS.COM - Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) hingga kini belum mengumumkan sosok kandidat calon presiden dan walon wakil presiden untuk Pemilu 2024.
Pada pertemuan partai politik anggota KIB, di Rapat Konsolidasi Nasional dan Bimtek Fraksi Partai Golkar se-Indonesia di JIExpo Kemayoran, baik Golkar, PAN, dan PPP bersepakat belum ingin mengumumkan nama capres yang akan diusung.
Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto menuturkan, pengumuman nama capres dari KIB hanya soal waktu. Menurutnya, saat ini, KIB masih fokus untuk membantu Presiden Joko Widodo menyelesaikan tugas di pemerintahan.
Menurutnya, pengumuman capres yang dilakukan sebelum waktunya ibarat kerikil di dalam sepatu bagi pemerintahan.
“KIB menghormati Bapak Presiden (Jokowi). Dan tadi disampaikan akan ada kerikil di sepatu kalau terlalu banyak capres yang di-announce (diumumkan) sebelum waktunya," tutur Airlangga dalam rangkaian HUT ke-58 Partai Golkar di JIExpo, Jakarta, Kamis (20/10/2022).
Ketum Golkar menambahkan, saat ini, seharusnya seluruh pihak bergandengan tangan untuk meneghadapi tantangan ketidakpastian global. Sebab, ancaman ketidakpastian masih ada di depan mata akibat kondisi geopolitik dunia dan berbagai ancaman krisis. Terlebih, masa pemerintahan Presiden Jokowi juga masih dua tahun lagi.
Airlangga yang juga Menteri Koordinator Bidang Perekonomian ini menegaskan, posisi KIB saat ini bertekad untuk membantu pemerintahan Presiden Jokowi hingga selesai.
"Bukan waktunya tadi disampaikan Ketua Umum PAN, untuk saling berbeda pendapat terhadap hal yang belum waktunya, ini akan menjadi tidak produktif," tegs Airlangga.
Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Zulkifli Hasan juga mengaku salah satu alasan KIB belum mengumumkan capres karena menghargai Presiden Jokowi yang saat ini masih menjabat.
"Nanti ada keinginan kita (umumkan capres), tapi itu kan chapter terakhir. Kita menghargai Pak Jokowi masih dua tahun," ujar Zulkifli.
Menurutnya, inilah alasan adanya tahapan-tahapan sebelum Pemilu 2024. Tujuannya agar semua elemen untuk terlebih dahulu membantu pemerintahan yang tengah menjabat.
"Sejalan dengan waktu konsep kita mantapkan, ada keinginan, ada realita. Itulah diperlukan kedewasaan kita, dan Golkar sangat dewasa soal itu, pengalamannya kan panjang," ujar Zulkifli.
Ihwal capres dari KIB, ia menilai Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto layak diusung KIB. Apalagi partai berlambang pohon beringin itu berada di urutan kedua pada Pemilu 2019.
"Banyak yang tanya itu gimana KIB mau bertahan sampai selesai, capres aja beda-beda. Saya bilang gimana, Pak Airlangga Golkar partai pemenang nomor dua, layak tidak jadi capres? Sangat layak," ujar Zulkifli.
Ia menegaskan, pengumuman capres dinilainya akan menghambat kerja pemerintah di tengah situasi yang tak pasti saat ini.
"Dua tahun lagi Pak Jokowi, masih dua tahun tetapi sudah ada capres yang saling bersaing apalagi sudah deklarasi. Nah presiden sudah dua tahun ini repot kita, apalagi kalau sama-sama koalisi ini," ujar Zulkifli.
KIB saat ini, jelas Zulkifli masih terus mensosialisasikan visi dan misinya menjelang Pemilu 2924. Salah satunya adalah meneruskan kebijakan yang telah dilakukan Presiden Jokowi.
"Kalau pemimpinnya punya karakter, integritas tentu akan menghasilkan undang-undang yang baik, undang-undang yang baik akan menghasilkan sistem yang baik. Sistem yang baik punya value akan menghasilkan masyarakat yang baik, yang setara, harmoni," ujar Menteri Perdagangan itu.
Sementara, Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembagunan (PPP), Amir Uskara menegaskan bahwa Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) solid dan terus melaju hingga Pemilu 2024.
"Kalau masih ada yang mengatakan KIB berpotensi untuk bubar dan lain-lain itu karena mereka tidak senang karena kita (bentuk koalisi) lebih dulu. Jadi itu pasti suara dari luar, bukan suara dari dalam," ujar Amir.
Amir menjelaskan, ketika konsep dari KIB sudah jelas, selanjutnya akan membahas capres dan cawapres. Prioritas koalisi adalah kader dari PPP, Partai Golkar, maupun Partai Amanat Nasional (PAN).
"Kita tidak ingin hanya karena popularitas yang ada di media, kemudian kita angkat. Karena itu belum menjamin, sekali lagi, belum menjamin," tegas Amir.